Rabu, 23 Februari 2011
Tuhan Tidak Beragama
Dalil 1
Tuhan tidak beragama, jadi Ia berlaku adil bagi semua manusia.
Dalil 2
Agama adalah sekedar sarana untuk mengenalkan Tuhan yang tidak beragama. Agama mempunyai keterbatasan yang cukup mencolok seperti disebutkan dalam kitab-kitab suci al-Quran dan Injil. Misalnya dalam al-Quran ditandaskan bahwa; “Apabila semua ajaran Allah Swt. dituliskan, maka tinta sebanyak samudera rayapun tidak akan mencukupi”. Demikian pula dengan Injil yang menandaskan; “Apabila semua ajaran Isa Al-Masih dituliskan maka buku setebal gunungpun tidak akan bisa memuat”. Ini berarti umat beragama diminta untuk lebih banyak belajar ilmu beserta kebenarannya di luar kitab suci masing-masing agama, mengingat isi masing-masing kitab suci ternyata hanya sedikit sekali dan agar tidak fanatik. IQ, EQ dan Iman harus berkembang sejajar, jangan timpang.
Dalil 3
Pencapaian puncak pemahaman agama adalah religiusitas. Ibarat kuliah, ini adalah Philosophy Degree atau gelar Doktor. Setelah bergelar Doktor, maka ilmu lebih penting daripada almamaternya. Kalau baru taraf kuliah, seorang mahasiswa masih suka memamerkan identitas-identitas universitasnya. Demikian pula dalam agama, kalau sudah mumpuni bukan agamanya yang penting, melainkan religiusitasnya yang amat sangat penting. Ia tidak lagi tersekat-sekat oleh kotak sempit yang disebut agama. Religiusitas setingkat lebih atas daripada agama.
Dalil 4
Agama adalah sesuatu yang abstrak dan sulit dicerna, oleh sebab itu, sebaiknya tidak diberikan kepada anak-anak yang belum dewasa (di SD), apalagi dipaksakan sebagai pendidikan agama (ini pelanggaran HAM, agama adalah kebebasan untuk memilih), kalau sebagai pengajaran (berbagai agama) masih dapat ditolerir. Sebaiknya agama diberikan untuk manusia dewasa, waktu kecil cukup diberikan budi pekerti. Kalau sejak kecil sudah dicuci otak dengan agama, maka hasilnya mirip dengan Indonesia saat ini. Bukan kekeluargaan atau kasih sayang melainkan kecurigaan, keterkotakan, dan kekerasan yang justru muncul. Di negara modern seperti USA, Jepang, Inggris, Australia dst. Agama memang tidak boleh diberikan pada anak-anak SD (kecuali sekolah yang berafiliasi dengan agama tertentu), pendidikan agama merupakan tanggung jawab orang tua. Untuk anak, yang lebih baik dan lebih penting adalah budi pekerti. Budi pekerti mengajarkan sopan santun, taat hukum, keadilan dan hidup bersosial secara baik, Berapa ribu jam belajar yang sudah dihabiskan anak-anak SD untuk hal yang belum saatnya dipelajari? Sementara itu setelah SD kita harus menghabiskan sekian ribu jam pelajaran lagi untuk belajar dan mengejar ketertinggalan dalam bahasa Inggris, lalu kapan SDM kita bisa maju?
Dalil 5
Agama harus menghormati budaya setempat. Semua agama berasal dari luar negeri, maka bias budaya pasti ada. Artinya budaya asing mendompleng agama akan masuk dan mempengaruhi budaya lokal. Alangkah sedihnya kita, apabila di Dayeuhluhur, seorang menyapa dengan; Amitaba....(Budha Bahasa Cina), lalu dijawab yang lainnya dengan; Assalamu’alaikum,..(Islam Bahasa Arab), kemudian ada lagi yang menyahut; Syallom...(Kristen, Bahasa Yahudi), tak ketinggalan ada yang berkata; Hong Wilaheng....(Hindu Bahasa Hindi), kemudian ada yang menjawab secara rasional, sopan dan nasionalis: Selamat siang. Demikian pula dengan budaya berpakaian, alangkah sedihnya apabila blangkon dan surjan Yogyakarta terdesak oleh pakaian Arab atau sari India. Memeluk agama asing haruslah tidak boleh mengorbankan budaya setempat.
Dalil 6
Agama bukan jaminan kesejahteraan, kedamaian dan keadilan. Lihat saja, ada berbagai agama besar di Indonesia, namun persaudaraan, perdamaian dan keadilan justru tidak ada. Demikian pula korupsi justru merajalela. Para elit politik, militer dan birokrat, yang notabene berpendidikan dan berjabatan tinggi justru merupakan sebab utama kehancuran bangsa Indonesia. Yang di atas rajin korupsi, namun bebas. Sedangkan yang di bawah begitu menangkap pencuri ayam langsung dibakar begitu saja!. Di Amerika latin yang didominasi agama Katolik seperti Meksiko, Brasil, Argentina dan Columbia juga didominasi oleh kekerasan dan korupsi, demikian pula Philipina. Di Timur Tengah (negara-negara Arab), Afghanistan, Pakistan, dst, kekerasan dan pelanggaran HAM luar biasa. TKW kita menjadi salah satu bukti nyata. Sebaliknya negara RRC, yang komunis justru menampilkan kesejahteraan, kedamaian, dan keadilan, koruptor kelas kakap, justru tegas ditembak mati.
Dalil 7
Agama mudah diperalat. Oleh para elit politik maupun penipu biasa, agama sering diperalat. Kesetiaan dan ketaatan hampir seratus persen kepada Tuhan melalui agama disalahgunakan oleh manusia cerdas tapi jahat. Antara agama dan parpol sudah sulit dibedakan. Antara filsafati dan yang suci bersih dan politik yang hitam kelam bercampur baur. Umat beragama bingung, apakah ia sedang mendengarkan sabda Tuhan atau orasi politik yang ulung dari seorang da’i (misalnya da’i sejuta umat) atau apakah ia sedang ada di masjid atau sedang ada di kantor parpol? Awas, jika para politisi di Jakarta ahli mempolitisir agama, apalagi para pakar politik Barat yang bagaimanapun lebih unggul dari politisi kita, mereka pasti juga ikut dan lebih pandai menggunakan jurus politisasi agama. Dengan politisasi agama, kasih sayang dimanipulasi menjadi kekerasan dan bahkan pembunuhan, dan bangsa ini akan terjebak dan dibuat sibuk mengurusi hal-hal yang tidak penting (agama), sedangkan para politisi dari negara modern (pemerintah asing) bebas dan sibuk mencuri kekayaan alam kita yang luarbiasa kayanya. Lihatlah fakta kekerasan dan pem¬bunuhan di negara-negara yang agamis seperti Columbia, Aljazair, Afgha¬nistan, Philipina, Indonesia, Bosnia, Yugoslavia, dll.
Dalil 8
Agama dapat menghambat kemajuan IPTEK. Lihatlah sejarah Eropa di abad 17-an. Agama Katolik saat itu sering menghukum ilmuwan, dengan alasan ilmuwan itu membuat pernyataan yang dianggap bertentangan dengan isi Injil. Ilmuwan besar yang dikucilkan antara lain adalah Copernicus dan Darwin. Pada abad itu ketika agama Katolik begitu dominan, Eropa justru mengalami kegelapan. Sekarang lihatlah perbedaan antara negara Amerika Latin (yang dominan agamanya) dan USA serta Kanada (yang dominan religiusitasnya). Sangat kontras sekali misalnya saja antara USA dan Meksiko yang berbatasan. USA sangat modern, makmur, tentram. Sebaliknya Meksiko, padahal mereka sama-sama pendatang dari Eropa. Negara-negara Islam sama saja, katakan Turki adalah negara Islam paling modern, ternyata masih jauh di belakang negara-negara Eropa dalam iptek dan kemakmuran. Selama pemahaman agama itu masih sempit (fanatisme agama, bukan religiusitas), maka selama itu pula negara akan terjebak dalam hiruk pikuk eforia agama. Bandingkan pula dengan pemahaman demokrasi kita yang baru taraf belajar dan eforia, dengan negara-negara Eropa/USA. Kita juga dibuat tercengang dengan ilmuwan negara komunis, semisal RRC, mereka maju pesat lihat negara kita dibanjiri otomotif produk mereka.
Dalil 9
Semakin udara suatu bangsa penuh polusi doa, puja puji kepada Tuhan, semakin rusak moral bangsa itu. Kalau kita amati, seringkali tembok-tembok ditulisi: ngebut benjut, yang kencing disini hanyalah anjing, daerah bebas narkotik, dilarang buang sampah di sini...dst. Di negara maju yang masyarakatnya sudah mencapai religiusitas tulisan-tulisan berisi ancaman dan aturan kasar semacam itu sudah tidak ada lagi, sebab aturan itu sudah tertulis di hati sanubari mereka semenjak dini/kecil, yaitu melalui pendidikan budi pekerti. Begitu pula dengan masalah agama, semakin bumi nusantara ini dipenuhi polusi suara yang keras dan hingar bingar tentang agama(tabligh akbar, istighosah, azan masjid, koor gereja dsb.) semakin menandakan bahwa masyarakatnya masih sekedar pandai berdoa, sekedar basa-basi agama, namun tidak pandai melaksanakan ajaran agama. Siang maling atau korupsi, malam meditasi atau berdoa. Ucapan dan tindakan sangat kontras dan berbeda. Lihatlah kelihaian para politisi Orba dalam beragama, kemudian lihatlah track record mereka. Alhamdulillah, seratus delapan puluh derajat bedanya!
Dalil 10
Perlu dikembangkan religiusitas lokal. Tuhan tidak beragama kitab suci jelas mempunyai keterbatasan dan pemahaman tertinggi yang diharapkan Tuhan adalah religiusitas. Religiusitas dapat diperoleh di luar agama. Oleh sebab itu bagi kaum cerdik pandai terbuka inovasi luas dan dalam, dalam religiusitas. Misalnya saja untuk masyarakat Yogyakarta alangkah baik dan mulianya kalau mengembangkan kejawen. Lihatlah di RRC sudah mulai dengan ajaran Fa Lun Gong. Kita jangan terlambat, lalu kita hanya menjadi sekedar pemakai (konsumer) produk dan ajaran asing! marilah berkreasi!
Penutup
Agama itu penting, namun beragamalah yang baik. Belajar agama harus sampai mencapai tingkat tertinggi yaitu religiusitas. Keterbatasan agama (iman dan keyakinan) yang inherent harus diimbangi dengan perkembangan EQ dan IQ. Semua agama berasal dari negara asing maka kita wajib waspada dan bisa memilahkan antara ajaran agama dan budaya. Kita janganlah dibiasakan meniru adat-istiadat, pakaian, budaya, apalagi kekerasan yang mendompleng agama.
--ooOoo--
Senin, 21 Februari 2011
Mengenai Kita Suci Ahmadiyyah
Banyak orang yang (sok) tahu, bahwa Ahmadiyyah memiliki kitab suci lain selain Al-Qur'an yang disebut Kitab Takzirah. Hal ini sama dgn tuduhan segelinitr oknum yang fanatis dan pandir yang menuduh Syi'ah memiliki kitab lain selain Al-Quran yg disebut mushaf fathimah. Tentu saja bagi penganut Ahmadiyyah atau pun Syi'ah yg dituduh demikian hanya bisa tertawa terbahak-bahak sambil mengelus dada dan geleng-geleng kepala. Merasa kagum atas ke sok tahuan si penuduh.
JIka anda sekalian menuduh bahwa mereka memiliki kitab selain al-quran, berarti secara langsung anda sekalian sudah mengakui bahwa al-quran memiliki tandingan atau bisa dipalsukan atau mengalami perubahan. Dan itu berarti anda sudah menyalahi apa yg termaktub dalam Al-Quran.
"Sesungguhnya Al Qur'an itu adalah kitab yang mulia dan tidak akan terjamah kebatilan dari awal sampai akhir. Ia diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana dan Maha Terpuji." (QS. Fushilat:41-42).
"Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al Qur'an, dan Kami tentu menjaganya." (QS Al Hijr:9).
KITAB TADZKIRAH
Kitab Tadzkirah yang disebut-sebut sebagai kitab suci, baru muncul sekitar tahun 1992, ketika salah seorang penulis buku yang terbit di Indonesia yaitu M. Amin Djamaluddin mengarang buku berjudul Ahmadiyah & Pembajakan Al-Qur'an . Jadi, istilah kitab suci yang melekat pada buku Tadzkirah diciptakan oleh M. Amin Djamaluddin, bukan oleh Jemaat Ahmadiyah.
Di dalam literatur-literatur Ahmadiyah apa pun, sejak masa hidup Hz.Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908) sampai dengan hari ini, tidak pernah ditemukan istilah kitab suci untuk Tadzkirah.
Demikian pula dengan Hz. Mirza Ghulam Ahmad menyatakan bahwa kitab sucinya adalah Al-Qur'an, sbb:
"Tidak ada kitab kami selain Qur'an Syarif. Dan tidak ada Rasul kami kecuali Muhammad Musthafa shallallaahu `alaihi wasallam. Dan tidak ada agama kami kecuali Islam. Dan kita mengimani bahwa Nabi kita s.a.w. adalah Khaatamul Anbiya', dan Qur'an Syarif adalah Khaatamul Kutub. Jadi, janganlah menjadikan agama sebagai permainan anak-anak.
Dan hendaknya diingat, kami tidak mempunyai pendakwaan lain kecuali sebagai khadim Islam. Dan siapa saja yang mempertautkan hal [yang bertentangan dengan] itu pada kami, dia melakukan dusta atas kami. Kami mendapatkan karunia berupa berkat-berkat melalui Nabi Karim s.a.w.
Dan kami memperoleh karunia berupa makrifat-makrifat melalui Qur'an Karim. Jadi, adalah tepat agar setiap orang tidak menyimpan di dalam kalbunya apa pun yang bertentangan dengan petunjuk ini. Jika tidak, dia akan mempertanggung-jawabkannya di hadapan Allah Ta'ala. Jika kami bukan khadim Islam, maka segala upaya kami akan
sia-sia dan ditolak, serta akan diperkarakan" (Maktubaat-e-Ahmadiyyah, jld. 5, no. 4)
SEJARAH KITAB TADZKIRAH
Tadzkirah bukanlah kitab suci bagi Jemaat dan gerakan Ahmadiyah. Kitab suci Ahmadiyah adalah Al-Qur'an Karim yang diturunkan kepada junjungannya Mirza Ghulam Ahmad dan para pengikutnya, yaitu Nabi Besar Muhammad s.a.w.
Tadzkirah adalah sebuah buku yang berisi kumpulan wahyu-wahyu, kasyaf-kasyaf serta mimpi-mimpi yang diterima oleh Hz. Mirza Ghulam Ahmad dalam hidupnya selama lebih dari 30 tahun. Selama Hz. Mirza Ghulam Ahmad hidup, tidak ada buku yang bernama Tadzkirah dalam lingkungan Jemaat Ahmadiyah dan Hz. Mirza Ghulam Ahmad tidak pernah menulis buku yang berjudul Tadzkirah.
Buku Tadzkirah ini dibuat kemudian atas prakarsa Hz. Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad Pada sekitar tahun 1935, beliau menginstruksikan kepada Nazarat Ta'lif wa Tashnif, sebuah biro penerangan dan penerbitan Jemaat Ahmadiyah pada waktu itu untuk menghimpun wahyu-wahyu, kasyaf-kasyaf serta mimpi-mimpi yang diterima Hz. Mirza Ghulam Ahmad sebagaimana terdapat dalam berbagai macam terbitan (buku-buku, jurnal-jurnal [selebaran, majalah] dan surat kabar-surat kabar) yang mana materi terbitan itu telah disebarkan kepada umum pada saat itu.
Selain itu, dari catatan-catatan harian Hz. Mirza Ghulam Ahmad a.s. juga ditemukan keterangan mengenai pengalaman ruhani beliau. Dan juga adanya kesaksian dari para Sahabat, anggota keluarga, kerabat dan lainnya, di mana mereka diberitahu oleh Hz. Mirza Ghulam Ahmad mengenai wahyu, kasyaf, mimpi yang beliau terima dari Allah Ta'ala.
Untuk maksud ini dibentuklah sebuah panitia yang terdiri dari Maulana Muhammad Ismail, Syekh Abdul Qadir dan Maulvi Abdul Rasyid. Panitia tersebut menyusun buku Tadzkirah secara sistematis dan kronologis. Setelah pekerjaan tersebut selesai, maka buku tersebut diberi nama Tadzkirah. Nama Tadzkirah sendiri mempunyai arti kenangan atau peringatan. Buku ini dicetak dalam jumlah yang terbatas. Di Indonesia pun jumlahnya sangat terbatas dan hanya dimiliki oleh mereka yang mengerti bahasa Urdu.
ISI TADZKIRAH
Selanjutnya perlu untuk diketahui bahwa isi buku Tadzkirah ini terbagi menjadi dua bagian:
(i) Tadzkirah (Mimpi-mimpi [dreams], kasyaf-kasyaf [visions] dan wahyu dalam bentuk lisan [verbal revelations] yang diterima oleh Masih Mau'ud a.s.), di mana materi ini telah diterbitkan dan disebarluaskan kepada umum selama hidupnya Hz. Mirza Ghulam Ahmad.
(ii) Zameema Tadzkirah (Wahyu-wahyu, kasyaf-kasyaf dan mimpi-mimpi
yang tidak diterbitkan selama waktu hidupnya Masih Mau'ud. Materi ini dikumpulkan dari kesaksian para Sahabat, Ummul Mukminin, anggota keluarga, kerabat dan lainnya, di mana mereka diberitahu oleh Hz. Masih Mau'ud mengenai wahyu-wahyu, kasyaf-kasyaf dan mimpi-mimpi yang diterima oleh beliau.
Jadi, jika tuduhannya adalah membajak ayat-ayat suci Al-Qur'an adalah tidak ada dasarnya sama sekali, sebab kita dapat temukan juga `pembajakan' serta pengulangan-pengulangan ayat-ayat Al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari.
Bahkan dalam Al-Qur'an Karim dapat juga kita temukan kesamaan dengan kitab-kitab suci terdahulu sebelum lahirnya Al-Qur'an. Kalau begitu keadaannya, apakah kita punya keberanian untuk mengatakan bahwa Islam telah mengacak-acak dan membajak isi dari kitab-kitab sebelumnya seperti Taurat dan Injil karena ada beberapa ayat dalam Al-Qur'an Karim merupakan pengulangan dari kedua kitab tersebut?
"Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku,…." (61: 6)
"Dan (ingatlah) ketika Isa Putera Maryam berkata: "Hai Bani Israil, …." (61: 7)
Apakah kita mau mengatakan bahwa, na'udzubillahii min dzalik, Rasululah Muhammad s.a.w. telah membajak perkataan Nabi-Nabi sebelumnya? Banyak juga kisah yang terdapat dalam Taurat juga ada di dalam Al-Qur'an, apakah kita juga mau mengatakan bahwa Al-Qur'an telah menyadur dan membajak isi Taurat?
Bahkan ahl-kitab (Yahudi dan Nasrani) mengatakan bahwa banyak ayat-ayat Al-Qur'an yang diambil dari Alkitab (Bible). Dengan kata lain, dapat pula orang Islam dituduhkan telah membajak isi Alkitab mereka. Apakah kita sanggup menerima tuduhan ini dengan lapang dada? Tentu tidak.
Layak untuk dicatat bahwa bukan hanya Hz. Mirza Ghulam Ahmad saja yang menerima wahyu, ada beberapa orang waliullah setelah Nabi Muhammad s.a.w. yang menerima wahyu, yang mana redaksinya juga merupakan pengulangan dari ayat-ayat Al-Qur'an.
Sebagai contoh adalah Hz. Imam Muhyiddin Ibnu Arabi r.h., yang terkenal dengan gelar Khaatamul Auliya, beliau menerima wahyu sebagaimana terdapat dalam buku Futuuhatul Makiyyah, jld. 3, hlm. 367 yang diterjemahkan sebagai berikut:
"Katakanlah, "Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Yaqub, dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya." (2:136) .
Demikian pula dengan Hz. Khawaja Mir Dard r.h., seorang waliullah dari Hindustan dalam bukunya Ilmul Kitab, hlm. 64 mengatakan bahwa ia telah menerima wahyu yang diterjemahkan sebagai berikut:
"Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat."
(26: 214)
"Dan janganlah kamu berduka cita terhadap mereka, dan janganlah
merasa sempit terhadap apa yang mereka tipudayakan." (27:70)
"Dan kamu sekali-kali tidak dapat memimpin orang-orang buta dari
kesesatan mereka." (27:81)
Dan masih banyak contoh wali-wali Islam lainnya yang telah dianugerahkan wahyu dari Allah Ta'ala. Bahkan di antara orang awam pun banyak yang mempunyai pengalaman mimpi mendapat ayat-–ayat Qur'an, namun karena tidak dipublikasikan maka orang lain tidak mendapatkan informasi yang memadai.
Jadi, dengan adanya wahyu yang berkesinambungan, semakin menunjukkan sifat mutakallim-Nya. Sebab, Tuhan kita bukanlah Tuhan yang mengakhiri hidupnya di atas tiang salib, sehingga tidak mampu berbicara lagi. Tuhan kita adalah Tuhan Yang Maha Hidup, Yang Maha Berbicara, Yang Maha Perkasa, dan itu kekal adanya.
-------
Sumber: http://www.kaskus.us/showthread.php?t=1277509&page=47
Kekerasan Atas Kebebasan Beragama
Tahun 2005 lalu, saya mengikuti acara bedah buku “Speaking in God’s Name” karya seorang ahli hukum Islam kontemporer asal University of California, Khaled Abou Fadl, di Hotel Nikko, Jakarta. Acara tersebut diselenggarakan oleh Jaringan Islam Emansipatoris (JIE) Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarkat (P3M), dimana saya sendiri sebagai koordinator Komunitas Islam Emansipatoris untuk wilayah Jawa Barat.
Dalam kesempatan itu, Khaled Abou Fadl mengatakan, bahwa paham keagamaan yang otoriter disebabkan adanya klaim otoritatif atas teks agama, sehingga orang lain yang berbeda pendapat dianggap sesat, sehingga perlu dibasmi dan diimankan kembali. Pemahaman semacam ini merupakan pemahaman yang sangat dangkal, reduktif dan ‘membonsai’ agama itu sendiri. Agama menjadi alat untuk melegitimasi kekerasan yang diperbuatnya, karena takut kehilangan otoritas keagamaan.
Pernyataan Abou Fadl diatas, ingin saya jadikan pijakan awal dalam melihat fenomena kekerasan atas dasar agama. Tentu saja saya sepakat, bahwa penyebab munculnya kekerasan ‘berbaju agama’ tidak tunggal, tapi multi wajah, karena umat beragama di Indonesia juga beragam. Maka untuk menaungi keberagaman itu, Negara Republik Indonesia telah menjamin umat beragama untuk beribadah sesuai dengan keyakinan agamanya masing-masing. Tidak ada paksaan dalam menganut agama. Noktah ini sampai sekarang masih termaktub dalam UUD 1945, dan tidak dirubah oleh panitia amanademen. Artinya bunyi ayat di atas masih berlaku!
Bagaimana pun juga konstitusi UUD 1945 harus dihormati dan dihargai. Siapa pun yang berkehendak memaksakan pendapat dan kehendaknya dalam bentuk apapun, termasuk pemberian stempel, labeling dan fatwa atas penganut agama tertentu sebagai aliran sesat, sebetulnya bertentangan dengan konstitusi yang masih berlaku di negeri ini. Jika dilegalkan kekerasan atas sekelompok orang, lalu untuk apa konstitusi ini terus diakui keberadaannya? Jelas itu persoalan serius dalam hal rule of law di negeri ini yang masih compang-camping karena seringnya “permainan” politik dibalik penegakan hukum.
Disitulah kita kemudian dapat menempatkan massa yang melakukan penyerangan, dan seolah-olah telah menjelma menjadi ‘tentara tuhan’, sebagai bagian dari kelompok masyarakat yang berusaha melembagakan kekerasan, sekalipun berbungkus agama. Padahal jika kita rujuk kitab suci agama-agama, termasuk Islam, ternyata kekerasan tidak pernah diajarkan dengan alasan “membela agama” dari penganut agama yang berbeda pahaman teologisnya.
Jelas, peristiwa penyerangan dan kekerasan adalah tragedi bagi umat beragama. Hal semacam itu sejatinya menodai noktah kebebasan beragama yang masih menjadi pedoman bagi warga negara RI. Bahkan kitab suci umat Islam memberikan kebebasan dalam beragama, bukan sekedar berbeda paham keagamaan.
Kebebasan Beragama
Kasus kekerasan dan penyerangan atas atas dasar sentiment agama menjadi tanda tanya besar, bahwa kebebasan dalam beragama di negeri ini masih sebatas wacana. Kebebasan beragama belum menjadi bagian dari everyday life sehingga penganut agama yang berbeda-beda pandangan dan mazhab dapat saling hidup tentram, menghormati dan mengasihi.
Bahkan yang terjadi di antara penganut agama berupaya untuk saling mengintip dan menikam dari belakang atas dasar membela keyakinan. Umat beragama belakangan memiliki trend khusus menjadi ‘martir agama’ dengan terang-terangan melukai umat agama yang berbeda paham tersebut.
Jika beragama saja sudah mendapatkan tekanan dari sesama umat beragama, bagaimana dengan mereka yang menafsirkan “kebebasan beragama” adalah sama artinya dengan tidak beragama juga harus dilindungi? Bukankah hal semacam itu menjadi mustahil untuk terjadi di negeri multi religius ini?
Sebagai orang beragama, bukankah akan lebih mulia jika dalam beragama dapat membantu kesusahan yang menimpa pihak lain ketimbang menimpakan bencana pada sesama umat beragama?
Jika belakangan kita senantiasa mendengar adanya kasus korupsi yang dilakukan oleh orang beragama, para birokrat, juga pejabat pemerintah, bukankah agamawan yang mengawal agama-agama lebih mulia turut berperang (jihad) melawan para koruptor?
Persoalan kemanusiaan yang menimpa negeri ini sebenarnya masih banyak. Oleh sebab itu, bukan sesuatu yang susah jika umat beragama hendak memberikan pelayanan yang tulus atas penderitaan rakyat di negeri ini. Soal gagal panen yang menimpa petani, harga sembako yang membumbung tinggi, kekeringan yang mulai melanda beberapa daerah, kemiskinan, kebodohan dan juga pengangguran. Belum lagi soal korupsi berjamaah yang dilakukan umat beragama.
Semua problem sosial ini sebenarnya dapat menjadikan umat agama untuk merekatkan tali silaturahim dan solidaritas religiusnya, ketimbang senantiasa memata-matai sesama penganut agama, lalu diserang dan diancam. Kerja kemanusiaan, sejatinya akan mengangkat derajat umat beragama itu sendiri ketimbang berperilaku kejam atas sesama penganut agama.
Tapi, jika agamawan tidak menganggap kasus korupsi yang dilakukan tokoh agama dan orang beragama sebagai masalah besar, dan masalah-masalah diatas sebagai penderitaan bersama, lalu apalagi yang bisa menjadikan umat bangsa ini bisa bersatu dalam mengatasi berbagai persoalan kemanusiaan yang terus menguntit di belakangnya?
Dengan kejadian yang menimpa bangsa ini, agaknya memang umat beragama di negeri ini belum bisa menghargai perbedaan paham teologis, sehingga dengan sendirinya kehidupan demokrasi dalam beragama masih merupakan mimpi belaka. Kemerdekaan beragama bukanlah gagasan yang telah riil adanya di tanah air, sebab nyatanya umat beragama lebih memilih jalan kekerasan dan pemaksaan dalam beragama.
Padahal sejatinya, bukankah kehidupan ini akan terasa lebih indah dan berwarna bila kita hidup berdampingan dengan damai, merayakan keragaman dalam keberagamaan? Hal yang mudah diucapkan tapi sulit dilakukan, bukan?
-----------------
Nana Suryana.
Cijagra, Jumat, 18 Februari 2011.
Jumat, 18 Februari 2011
Gelora Komunitas Islam Emansipatoris...???
Satu hal yang patut dicermati secara seksama, bahwa pemahaman keagamaan (tafsir) mengalami kemandegan. Kini yang terjadi hanya sekadar reproduksi pemahaman keagamaan. “Menghadirkan masa lalu ke masa kini”, demikian Muhammad Arkoun mengamati pemikiran keagamaan kontemporer. Interdependensi yang begitu kuat terhadap masa lalu mempunyai dampak yang harus dibayar mahal oleh masyarakat beragama, yaitu:
Pertama, sakralisasi teks. Teks tidak lagi dipahami sebagai dialektika antara wahyu dan budaya, melainkan sebagai wahyu yang terpisah dengan budaya. Karenanya, teks lalu kehilangan konteksnya dan tercerabut dari akar budaya. Seakan-akan teks berada di sebuah lembah, dan persoalan kemanusiaan di lembah yang lain.
Kedua, kerancuan metodologis. Pemahaman terhadap doktrin-doktrin keagamaan terkesan fatalistik dan mengabaikan aspek metodologis. Beragama diartikan sebagai kepasrahan yang bersifat pasif dan menerimanya tanpa reserve. Beragama hanya dilihat dari aspek ritualitasnya belaka.
Karena itu, saatnya dihadirkan sebuah bentuk keberagamaan yang berlandaskan kesadaran terhadap teks dan konteks, sekaligus mampu membawa misi pembebasan dan pencerahan bagi masyarakat. Agama sejatinya tidak dilihat sebagai dokumen teologis belaka, akan tetapi sebagai jalan menuju terciptanya perubahan pada tataran realitas.
Kehadiran teks seakan hanya melahirkan problem daripada mendatangkan kemaslahatan. Di sini, lalu kritik atas teks menjadi fenomena yang sulit dihindarkan, dan diperlukan kerangka metodologis guna memahami teks yang diharapkan dapat menciptakan paradigma baru, seperti keadilan, kemanusiaan, keadaban, kesetaraan, persamaan, pluralisme dan pembebasaan. Pemahaman terhadap teks tidak hanya melalui literalnya, akan tetapi melihat dimensi-dimensi lain yang sangat luas.
Dalam gugus pemikiran seperti itu, Islam Emansipatoris hadir dengan paradigma dan pendekatan yang lebih membebaskan dan berinteraksi langsung dengan problem kemanusiaan. Setidaknya ada tiga hal yang ingin disampaikan tafsir emansipatoris.
Pertama, Islam Emansipatoris ingin memberikan perspektif baru terhadap teks. Kedua, Islam Emansipatoris menempatkan manusia sebagai subyek penafsiran keagamaan. Ketiga, Islam Emansiapatoris mempunyai konsern kepada persoalan kemanusiaan ketimbang pada persoalan teologis.
Islam Emansipatoris ingin mengalihkan perhatian agama dari persoalan langit (teosentrisme) menuju persoalan riil yang dihadapi manusia (antroposentrisme). Penekanannya pada aspek praksis, sehingga agama tidak hanya dipahami sebagai ritualisme melainkan pembebasan masyarakat dari segala penindasan.
Islam emansipatoris diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk memahami historisitas teks dan sejauh mana teks itu dapat mewujudkan perubahan pada tataran praksis. Islam Emansipatoris mempunyai komitmen yang kukuh terhadap demokrasi, pluralisme, relasi antar agama, jender, HAM dan keadilan sosial. Hal ini diejawantahkan lewat motto: “Kritis, Humanis, Transformatif, Praksis”. Nilai-nilai tersebut merupakan piranti bagi terwujudnya masyarakat yang beradab.
PEWARISAN NILAI KADER
Suatu waktu saya diundang oleh warga Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) untuk menjadi fasilitator dalam diskusi rutin di sekretariat. Seorang kader dengan penuh nafsu bertanya dan menyatakan frustasinya kepada saya, "Apa yang harus kami perbuat selaku generasi muda, kader rayon, kalau kepada kami hanya diwariskan pengetahuan kuno, kemalasan akademik, kemandegan kaderisasi dan jebakan konflik?"
Terkesima saya mendengar gedoran ini. Soalnya lontaran ini saya hadapi setelah saya mengemukakan pandangan untuk 'menggembleng' dan memandirikan salah satu komunitas pergerakan agar menjadi barometer percontohan bagi kader lain.
Dalam konteks peristiwa itu, timbul rasa bersalah dalam diri saya. Tanpa saya ketahui, rupanya hasrat saya langsung dihubungkan dengan situasi yang didapati kader tersebut dalam pola kehidupan sehari-hari. Dalam penglihatannya, segala yang diberikan dan diwariskan 'senior' kepadanya tidak cukup, tidak sepadan dengan harapannya. Saya merasa, bahwa tanpa dikehendaki, saya telah membakar rasa tidak puas kader pada para pendahulunya.
Lalu apa yang dapat dilakukan oleh kader kalau terhadap masalah-masalah tadi belum diketahui cara penyelesainnya? Bukankah mereka itu kader pewaris bangsa, kelompok yang terlatih, yang mampu melanjutkan estafeta eksistensi bangsa dengan jalan melatih orang-orang lain lewat rekruitmen kader baru?
Saya kira, tugas kita selaku 'senior' ialah memperkenalkan masalah-masalah tersebut kepada kader, melatih mereka agar mengenali anatomi setiap persoalan sebaik mungkin, dan membawa mereka ke dalam proses pemikiran untuk mencari jawabannya. Mereka harus merasa terlibat dan turut bertanggung jawab akan terselesaikannya masalah yang dihadapi. Para kader harus dapat turut merasakan kecemasan, kekhawatiran dan ketakutan yang juga dirasakan oleh senior-seniornya terdahulu.
Kalau sikap ini sudah terbentuk, maka mereka telah siap untuk mengajak orang lain mengikuti masa penerimaan anggota baru, siap terjun langsung ke masyarakat, tangguh untuk menangkal setiap ancaman dan memecahkan setiap hambatan. Hal ini mesti dilakukan dengan memberikan pengetahuan problematik yang substansif, kemampuan analisis yang tajam, dan kemampuan persuasi yang meyakinkan. Bukan dengan indoktrinasi, debat formalistik atau orasi semata.
Sayangnya, salah satu kelemahan kita, baik di dunia pergerakan maupun dalam kehidupan ilmiah, ialah tipisnya keinginan kita untuk melahirkan pengetahuan baru. Pada umumnya kita terlalu puas dengan pengetahuan yang sudah ada, warisan para leluhur. Kita menderita penyakit kemalasan akademik, kemalasan membaca dan keengganan melakukan analisa.
Makanya penyusunan kurikulum kaderisasi yang tepat, tentu akan menghasilkan kader yang betul-betul mampu mengajarkan hal yang relevan kepada masyarakat. Sebaliknya, program kaderisasi yang hanya terdiri dari kegiatan menghafal doktrin, belajar berdebat dan berorasi, bersikap anarkis dengan mengutamakan otot daripada otak, malah akan mengancam eksistensi dan menghambat perkembangan bangsa.
Hal semacam itulah yang saya jabarkan pada kader junior-ku itu. Tiba-tiba mukanya nampak berubah secara berangsur-angsur. Kemarahannya mereda, frustasinya mulai surut, dan rasa optimis mulai berkobar. Rupanya selama saya 'berkhutbah', telah terjadi perjumpaan batin antara dirinya dengan diri saya. Kami telah bertemu sebagai sesama warga pergerakan, yang sama-sama merasakan derap langkah yang sama.
Sekonyong-konyong rasa asing dan 'ewuh-pakewuh' antara kami berdua lenyap! Rasa keakraban mulai terasa, meski kami belum lama kenal karena terhalang oleh angkatan yang lumayan timpang. Intuisi saya mengatakan, bahwa saya telah terlibat dalam prosesi pewarisan nilai.
Hmmm… Rupanya proses pewarisan nilai memerlukan "rasa keterbukaan dan keikhlasan, keakraban dan perjumpaan yang bersifat personal!"
----
Nana Suryana
Cibiru, 04 November 2010.
+ Tulisan ini didedikasikan untuk sahabat-sahabat PMII. Semoga bisa menjadi jawaban atas segala masalah kaderisasi dalam organisasi kita...
Aku Menulis Saja....
Aku menulis saja. Menerobos sesulit yang aku patahkan tanpa emosi, mengungkapkannya dalam kata-kata. Menjadikannya barisan kalimat, menjadi cerita yang kadang aku sendiri tidak berniat menuliskannya.
Namun, belakangan aku merasa aku tidak hadir dalam tulisanku, seolah melarikan diri. Bersembunyi dari fiksi yang aku jelmakan dengan kata-kata. Sebab keterasingan dari tulisanku sendiri, aku merasa tercerabut dari duniaku. Dilemparkan kata, disingkirkan rasa.
Seyogyanya mungkin aku diam saja, tidak usah menulis. Sartre pun pada akhirnya menyadari, bahwa dengan menulis tidak akan mengubah sesuatu apapun. Kecuali faedah dari tulisan itu sendiri.
Kenapa aku harus menulis? Lebih tepatnya, kenapa aku ingin menulis? Sekiranya bisa saja aku bicara, dan rasanya aku tipe lelaki yang banyak bicara. Terkadang berorasi, dengan nada provokasi. Tapi belum puas dengan hanya bicara, aku butuh menulis. Untuk menyenangkan diri sendiri, merayakan kepapaan nasib yang membelengguku.
Yaa… aku butuh menulis. Tidak hanya mereka, melainkan untuk diriku sendiri. Aku tidak butuh pembaca, selain memahami apa yang sukar aku mengerti. Toh tulisanku lebih banyak dongeng ketimbang fakta.
Aku memang bercita-cita jadi jurnalis, menjadi penulis warta-fakta. Tapi aku tidak suka fakta, tidak ada bedanya dengan fiksi. Sekarang yang laku adalah berita, bukan fakta. Tetapi cerita tentang fakta.
Aku menulis, mungkin aku ada. Ketika menulislah aku merasa bersentuhan dengan diriku sendiri. Bersenda gurau dengan bathinku sendiri. Menulis, adalah temanku yang paling setia. Ketika bahagia, suka, duka aku menuliskannya dan dalam tulisan itulah aku menemukan diriku yang tiada-kosong-hampa-menjelma.
Menulis. Menulis saja, cukup. Cukup, menulis saja. Biarkan suara-suara hati mengoceh di alam mimpi. Menulis. Menulis dan menulis, hanya itu saja. Menulis, membaca, lalu bahagia. Hilanglah cemas dan dahaga...
-------
Cijagra, 10 Desember 2010
Kamis, 17 Februari 2011
DAFTAR ALAMAT E-MAIL MEDIA MASSA
Ketika kita membaca media, kadang kita ingin berkomentar. Atau tiba-tiba muncul inspirasi untuk membuat tulisan. Namun setelah tulisan itu jadi, kita mau kirim kemana? Lewat pos? Ah, tentu saja sudah tidak praktis lagi. Bisa jadi tulisan kita sudah tidak up to date lagi, sehingga tidak termuat. Solusinya, kirim saja via e-mail. Tapi alamatnya apa ya? Tidak usah bingung, berbagai alamat email media nasional dan daerah dengan senang hati saya sajikan dalam blog ini.
Karena media menjadi penting dalam hidup kita, maka blog ini saja sajikan. Kemerdekaan kita adalah segalanya, dan kemerdekaan itu diawali dari askes yang luas terhadap sesuatu, termasuk akses terhadap media tentunya.
1. SURAT KABAR NASIONAL
THE JAKARTA POST
E-mail Address(es):
opinion@thejakartapost.com
THE JAKARTA POST
E-mail Address(es):
jktpost2@cbn.net.id
THE JAKARTA POST
E-mail Address(es):
editorial@thejakartapost.com
THE JAKARTA POST
E-mail Address(es):
sundaypos@thejakartapost.com
THE JAKARTA POST
E-mail Address(es):
features@thejakartapost.com
JAWA POS
E-mail Address(es):
editor@jawapos.com
KOMPAS
E-mail Address(es):
kompas@kompas.com
KOMPAS
E-mail Address(es):
opini@kompas.com
KOMPAS
E-mail Address(es):
opini@kompas.co.id
KOMPAS
E-mail Address(es):
kcm@kompas.com
MEDIA INDONESIA
E-mail Address(es):
redaksi@mediaindonesia.co.id
MEDIA INDONESIA
E-mail Address(es):
webmaster@mediaindonesia.co.id
MEDIA INDONESIA
E-mail Address(es):
redaksimedia@yahoo.com
SEPUTAR INDONESIA
E-mail Address(es):
widabdg@seputar-indonesia.com
SEPUTAR INDONESIA
E-mail Address(es):
redaksi@seputar-indonesia.com
REPUBLIKA
E-mail Address(es):
rekor@republika.co.id
REPUBLIKA
E-mail Address(es):
medika@republika.co.id
REPUBLIKA
E-mail Address(es):
sekretariat@republika.co.id
HARIAN IBU
E-mail Address(es):
redaktur@harianibu.com
2. SURAT KABAR JAKARTA
MERDEKA
E-mail Address(es):
merdekanews@yahoo.com
HARIAN INDONESIA
E-mail Address(es):
redaksi@harian-indonesia.com
RAKYAT MERDEKA
E-mail Address(es):
redaksi@rakyatmerdeka.co.id
HARIAN JAKARTA
E-mail Address(es):
aristo@harianjakarta.com
HARIAN JAKARTA
E-mail Address(es):
aristo_jakarta@yahoo.com
INVESTOR DAILY
E-mail Address(es):
koraninvestor@investor.co.i
KOMPAS INSIDE
http://www.kompasinside.blogspot.com
3. SURAT KABAR JAWA BARAT
KOMPAS JABAR
E-mail Address(es):
kompasjabar@kompas.co.id
SUARA PEMBARUAN
E-mail Address(es):
koransp@suarapembaruan.com
SUARA PEMBARUAN
E-mail Address(es):
opini@suarapembaruan.com
SINAR HARAPAN
E-mail Address(es):
info@sinarharapan.co.id
SINAR HARAPAN
E-mail Address(es):
opinish@sinarharapan.co.id
SINAR HARAPAN
E-mail Address(es):
redaksi@sinarharapan.co.id
RADAR BANDUNG
E-mail Address(es):
radarbandung@gmail.com
RADAR BANDUNG
E-mail Address(es):
radarbandung@yahoo.co.uk
METRO BANDUNG
E-mail Address(es):
metrobdg@rad.net.id
KORAN SUNDA
E-mail Address(es):
koran_sunda@yahoo.co.id
PIKIRAN RAKYAT
E-mail Address(es):
redaksi@pikiran-rakyat.com
PIKIRAN RAKYAT
E-mail Address(es):
cakrawala@pikiran-rakyat.co.id
PIKIRAN RAKYAT
E-mail Address(es):
kampus@pikiran-rakyat.co.id
PIKIRAN RAKYAT
E-mail Address(es):
belia_pr@yahoo.com
PIKIRAN RAKYAT
E-mail Address(es):
gelora@pikiran-rakyat.co.id
PIKIRAN RAKYAT
E-mail Address(es):
dwi@pikiran-rakyat.co.id
PIKIRAN RAKYAT
E-mail Address(es):
otokirpr@pikiran-rakyat.co.id
PIKIRAN RAKYAT
E-mail Address(es):
didih_otokir@yahoo.com
PIKIRAN RAKYAT
E-mail Address(es):
mardjanzen@yahoo.com
PIKIRAN RAKYAT
E-mail Address(es):
prminggu@pikiran-rakyat.co.id
PIKIRAN RAKYAT
E-mail Address(es):
seagpr@yahoo.com
PIKIRAN RAKYAT
E-mail Address(es):
khazanah@pikiran-rakyat.co.id
PIKIRAN RAKYAT
E-mail Address(es):
beritapr@yahoo.com
PIKIRAN RAKYAT
E-mail Address(es):
seagpr@yahoo.com
PIKIRAN RAKYAT
E-mail Address(es):
percil@pikiran-rakyat.co.id
PIKIRAN RAKYAT
E-mail Address(es):
wakhu@yahoo.com
PIKIRAN RAKYAT
E-mail Address(es):
belia@pikiran-rakyat.co.id
PIKIRAN RAKYAT (BUDHIANA)
E-mail Address(es):
budipr_bdg@yahoo.com
TRIBUN JABAR
E-mail Address(es):
tribunjabar@persda.co.id
atau tribunjabar@yahoo.com
4. SURAT KABAR JAWA TENGAH DAN JOGJA
KOMPAS JATENG
kompasjateng@kompas.co.id
KOMPAS JOGJA
kompasjogja@kompas.co.id
SUARA KARYA
E-mail Address(es):
redaksi@suarakarya-online.com
SUARA MERDEKA
E-mail Address(es):
humainia@yahoo.com
SUARA MERDEKA
E-mail Address(es):
redaksi@suaramer.famili.com
SOLO POS
E-mail Address(es):
litbang@solopos.net
SOLO POS
E-mail Address(es):
redaksi@solopos.net
WAWASAN
E-mail Address(es):
redaksi@wawasan.co.id
BERNAS
E-mail Address(es):
bernasjogja@yahoo.com
BERNAS
E-mail Address(es):
editor@bernas.co.id
KEDAULATAN RAKYAT
E-mail Address(es):
redaksi@kr.co.id
RADAR KUDUS
E-mail Address(es):
radarkudus@hotmail.com
5. SURAT KABAR JAWA TIMUR
KOMPAS JATIM
kompas@sby.dnet.net.id
SURYA
E-mail Address(es):
surya1@padinet.com
SURABAYA NEWS
E-mail Address(es):
surabaya_news@yahoo.com
SURABAYA POST
E-mail Address(es):
redaksi@surabayapost.info
SURABAYA POST
E-mail Address(es):
tya@surabayapost.info
SURABAYA POST
E-mail Address(es):
surabayanews2003@yahoo.com
DUTA MASYARAKAT
E-mail Address(es):
dumas@sby.centrin.net.id
RADAR SURABAYA
radarsurabaya@yahoo.com
6. SURAT KABAR BALI DAN SEKITARNYA
BALI POST
E-mail Address(es):
balipost@indo.net.id
BISNIS BALI
E-mail Address(es):
info@bisnisbali.com
DENPASAR POS
E-mail Address(es):
denpostbali@yahoo.com
DENPASAR POS
E-mail Address(es):
denpos@indo.net.id
POS KUPANG
E-mail Address(es):
poskupang@kupang.wasantara.net.id
POS KUPANG
E-mail Address(es):
poskupang@persda.co.id
7. SURAT KABAR KALIMANTAN
RADAR BANJARMASIN
E-mail Address(es):
afoez99@gmail.com
RADAR BANJARMASIN
E-mail Address(es):
redaksi@radarbanjarmasin.com
BANJARMASIN POST
E-mail Address(es):
banjarmasin_post@yahoo.com
BANJARMASIN POST
E-mail Address(es):
banjarmasin_post@persda.co.id
BANJARMASIN POST
E-mail Address(es):
bpostmania@telkom.net
PONTIANAK POST
E-mail Address(es):
redaksi@pontianakpost.com
KALTIM POST
E-mail Address(es):
redaksi@kaltimpost.net
8. SURAT KHABAR SUMATERA
RIAU POS
E-mail Address(es):
redaksi@riaupos.co.id
LAMPUNG POST
E-mail Address(es):
redaksilampost@yahoo.com
BANGKA POS
E-mail Address(es):
bangkapos@yahoo.com
BANGKA POS
E-mail Address(es):
redaksi@bangkapos.com
BATAM POS
E-mail Address(es):
redaksi@harianbatampos.com
SRIWIJAYA POST
E-mail Address(es):
sriwijayapost@yahoo.com
SRIWIJAYA POST
E-mail Address(es):
sripo@persda.co.id
RIAU TRIBUNE
E-mail Address(es):
riautribune@yahoo.com
SERAMBI
E-mail Address(es):
serambi@indomedia.com
SERAMBI NEWS
E-mail Address(es):
redaksi@serambinews.com
9. MAJALAH
Berikut ini beberapa majalah yang beredar di sekitar kita.
READER'S DIGEST
E-mail Address(es):
Respati.Wulandari@feminagroup.com
READER'S DIGEST
E-mail Address(es):
editor.rd@feminagroup.com
SALAFY
E-mail Address(es):
majalahsalafy@ygy.centrin.net.id
SINYAL
E-mail Address(es):
redaksi@majalahsinyal.com
SUARA HIDAYATULLAH
E-mail Address(es):
redaksi@hidayatullah.com
SUARA HIDAYATULLAH
E-mail Address(es):
majalah@hidayatullah.com
SWA
E-mail Address(es):
swaredaksi@cbn.net.id
SWA
E-mail Address(es):
sekredswa@yahoo.com
TEMPO
E-mail Address(es):
koran@tempo.co.id
TEMPO
E-mail Address(es):
teknologi@tempo.co.id
TRUST
E-mail Address(es):
redaksi@majalahtrust.com
ANNIDA
E-mail Address(es):
annida@ummigroup.co.id
BOBO
E-mail Address(es):
bobonet@gramedia-majalah.com
FORUM
E-mail Address(es):
forumkeadilan@yahoo.com
FORUM
E-mail Address(es):
redaksi@forum.co.id
GADIS
E-mail Address(es):
info@gadis-online.com
GATRA
E-mail Address(es):
redaksi@gatra.com
GATRA
E-mail Address(es):
gatra@gatra.com
GATRA
E-mail Address(es):
surat@gatra.com
GE MOZAIK
E-mail Address(es):
ge_mozaik@ganeca-exact.com
GONG
E-mail Address(es):
gongetnik@yahoo.com
HAI
E-mail Address(es):
hai_magazine@gramedia-majalah.com
HEALTHY LIFE
E-mail Address(es):
read_healthylife@yahoo.com
INFOLINUX
E-mail Address(es):
redaksi@infolinux.co.id
INSIDE INDONESIA
E-mail Address(es):
admin@insideindonesia.org
INTISARI
E-mail Address(es):
intisari@gramedia-majalah.com
MAJALAH ILMIAH QUAD
E-mail Address(es):
quad@brawijaya.ac.id
MAJALAH ILMIAH TEKNIK ELEKTRO
E-mail Address(es):
hsantoso@bdg.centrin.net.id
MAJALAH ILMIAH TEKNIK ELEKTRO
E-mail Address(es):
eniman@paume.itb.ac.id
MAJALAH ILMIAH UNJANI
E-mail Address(es):
unjani@bdg.centrin.net.id
MAJALAH ILMIAH UNJANI
E-mail Address(es):
fmunjani@bdg.centrin.net.id
MATABACA
E-mail Address(es):
ade_trimarga@yahoo.com
MATABACA
E-mail Address(es):
adetri@matabaca.com
MATABACA
E-mail Address(es):
redaksi@matabaca.com
MATRA
E-mail Address(es):
matranet@rad.net.id
NEOTEK
E-mail Address(es):
redaksi@neotek.co.id
PARAS
E-mail Address(es):
majalahparas@yahoo.coma
10. TABLOID
TABLOID INTELIJEN
E-mail Address(es):
tabloid_intelijen@yahoo.com
TABLOID ROAMING
E-mail Address(es):
redaksi@tabloidroaming.com
TABLOID SMS
E-mail Address(es):
tabloid_sms@yahoo.com
TREN DIGITAL
E-mail Address(es):
trendigital@bisnis.co.id
TREN DIGITAL
E-mail Address(es):
ahmad.djauhar@bisnis.co.id
TREN DIGITAL
E-mail Address(es):
web@bisnis.co.id
11. JURNAL
Berikut ini alamat beberapa jurnal.
JURNAL
E-mail Address(es):
jurnal@cbn.net.id
JURNAL ILMIAH HUKUM LEGALITY
E-mail Address(es):
heru@umm.ac.id
JURNAL ISLAM
E-mail Address(es):
jurnalislam@yahoo.com
JURNAL PEMIKIRAN ISLAM
E-mail Address(es):
i3ti@indosat.net.id
JURNAL RISTEK
E-mail Address(es):
jurnal@ristek.go.id
JURNAL SAINS MATEMATIKA TEKNOLOGI
E-mail Address(es):
jmst@utlab.ut.ac.id
-------------
Nana Suryana.
Sumber: http://www.alamat-media.blogspot.com/
Minggu, 13 Februari 2011
Kemanakah Media Islam yang Toleran?
Kehidupan masa kini sangat diwarnai oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang merambah hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Penghayatan hidup personal sekalipun sangat kuat dipengaruhi oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Perubahan pola pikir dan mentalitas itu sangat dipengaruhi oleh penanaman nilai yang jelas sangat kuat dipengaruhi oleh perubahan peradaban (Aurelius Pati Soge; 2003).
Informasi merupakan komoditas primer yang dibutuhkan orang saat ini. Apalagi seiring dengan canggihnya tekhnologi komunikasi yang telah menghantarkan perubahan tatanan kehidupan manusia menuju peradaban masyarakat informasi. Dengan informasi, ruang-ruang yang amat jauh terasa begitu dekat karena dapat ditampilkan secara langsung lewat media massa sebagai mediatornya. Peristiwa-peristiwa dibelahan dunia dapat secara langsung dalam waktu bersamaan dinikmati oleh publik dunia.
Sistem komunikasi modern sangat memudahkan manusia untuk mendapatkan informasi dari sumber-sumber lain, termasuk dalam hal ajaran keagamaan. Kalau di masa lalu dakwah Islam melalui media mimbar seakan-akan menjadi referensi tunggal untuk kebenaran iman dan moral, sekarang ini orang dengan mudah membandingkannya dengan informasi lain dari media cetak dan elektronik.
Situasi ini menghantarkan kelompok agamawan kepada tantangan baru di dalam menjalankan tugas pelayanannya. Untuk bisa menjalankan tugas pelayanan di masa kini dengan tantangan yang begitu besar, para praktisi misioner agama dengan seharusnya mengetahui gerak perubahan modern tersebut.
Pertanyaan bagi kelompok misioner ialah, sejauh mana tahapan "mengetahui" gerak perubahan komunikasi modern tersebut dituntut bagi setiap praktisi misioner? Apakah sebatas "pengetahuan artifisial" atau lebih mengarah ke proses internalisasi yang lebih dalam, sehingga komunikasi tidak lagi menjadi "sekedar" metode tetapi lebih menjadi bagian integral dari kehidupan seorang praktisi misionaris agama?.
Menjelang akhir dekade 90-an, kita menyaksikan gerakan Islam liberal yang mencoba menampilkan Islam dengan cara yang berbeda dengan mainstream. Mereka tidak hanya menampilkan diri dalam bentuk identitas dan simbol keislaman yang mencolok, tetapi juga hadir dalam bentuk perjuangan yang khas, mulai dari tuntutan universalisme dan pluralisme ajaran Islam hingga pembongkaran terhadap doktrin-doktin keagamaan yang sarat dengan nuansa pembelengguan dan eksploitasi umat.
Perjuangan untuk menyebarkan paham keislaman dengan corak yang berbeda tersebut (liberal-Red), banyak dilakukan melalui media massa, baik yang dikelola oleh lembaga keagamaan, maupun melaui media massa umum.
Suatu perkembangan penting dalam kehidupan media telah terjadi sejak tiga dekade terakhir ini. Berbeda dengan dekade-dekade sebelumnya, media massa telah menjadi kekuatan yang relatif terpisah dari pengelompokan-pengelompokan sosial berdasarkan ideologi atau aliran. Meskipun kaitan-kaitan semacam itu masih ada, pengaruhnya sudah tidak lagi intensif dan mendalam. Koran atau majalah tidak menjadi corong kekuatan politik tertentu.
Disadari atau tidak, kisah suksesnya media-media tidak bisa dilepaskan dari fenomena tumbangnya Orde Baru pada bulan Mei 1998. Drama politik paling sensasional selama tiga dekade itu menandai datangnya eforia kebebasan yang nyaris sempurna. Dan, bagi kalangan media, itulah untuk pertama kalinya selama 30 tahun, media massa mengalami masa kebebasan yang hampir-hampir tak terbatas.
Bak gayung bersambut, Yunus Yosfiah, Menteri Penerangan waktu itu, melakukan terobosan penting dengan mempermudah pengurusan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Ratusan SIUPP pun keluar dari tangan Yosfiah.
Media-media Islam jelas diuntungkan dengan fenomena tersebut. Sebab, sebelumnya, untuk menerbitkan sebuah media massa dibutuhkan SIUPP (Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers), hal yang tidak mudah diperoleh. SIUPP bukan sekadar surat izin yang harus dibeli dengan uang jutan rupiah, ia bahkan lebih mirip kepanjangan tangan dari kekuasaan. Orang boleh memiliki uang, gagasan dan keterampilan, tapi untuk memperoleh SIUPP, uang saja tidak cukup. Dibutuhkan orang yang punya akses terhadap proses pengambilan keputusan untuk bisa memperoleh SIUPP.
Itulah sebabnya, begitu kran kebebasan dibuka dan proses pengurusan SIUPP dipermudah, banyak orang tergoda untuk terjun di dunia pers. Akhir dekade 90-an adalah masa pertumbuhan pesat dunia pers, baik majalah, tabloid, maupun koran. Kios-kios pinggir jalan dipenuhi oleh beragam tabloid, majalah dan koran baru, termasuk di antaranya media-media Islam.
Sayangnya, pada saat pasar dipenuhi oleh media Islam yang menyuarakan fanatisme dan eksklusivisme, media Islam moderat justru semakin hilang dari peredaran. Majalah Ummat yang sempat mapan pada dekade 90-an ternyata tidak dilanjutkan penerbitannya. Padahal, pada masa jayanya, majalah ini sempat mencapai oplah 40 ribu eksemplar, suatu pencapaian yang cukup besar untuk ukuran media Islam. Jurnal Ulumul Qur’an yang sempat menjadi salah satu icon pemikiran Islam, ternyata tidak berlanjut ketika kran kebebasan dibuka lebar. Majalah Panji Masyarakat juga tidak lebih baik nasibnya.
Ini tentu memprihatinkan, karena media-media Islam yang terbit sejak masa itu didominasi oleh media yang cenderung menjual “kabar-kabar kebencian” (Agus Sudibyo, Ibnu Hamad dan Muhammad Qodari, Kabar-kabar Kebencian, Prasangka Agama di Media Massa, Jakarta, ISAI, 2001).
Padahal kita tahu, media merupakan faktor yang sangat penting bagi pembentukan image, citra maupun stigma. Dari medialah kita memperoleh informasi mengenai realitas yang tengah berlangsung di tempat lain. Sementara, realitas yang dihadirkan media ke hadapan kita belum tentu realitas yang sesungguhnya, tetapi realitas yang sudah dibentuk, dibingkai, dan dipoles sedemikian rupa oleh media tersebut.
Sekarang ini, pada waktu yang bersamaan muncul juga media-media Islam dalam format website yang boleh dikatakan berbeda dari media-media Islam sebelumnya, baik dari segi penyajian maupun isu yang diangkat. Dari segi penyajian, media-media ini menggunakan bahasa yang tegas, lugas dan berani, bahkan cenderung provokatif. Sementara, dari segi isu yang diangkat, media-media ini juga menurunkan tema-tema yang sensitif, termasuk yang berkenaan dengan SARA, tentu saja dengan pendekatan yang sangat mencerminkan pluralitas ajaran Islam.
Salah satu website media Islam yang sangat besar, yakni situs www.islamemansipatoris.com. Website Jaringan Islam Emansipatoris merupakan salah satu media yang digunakan oleh Jaringan Islam Emansipatoris (JIE) Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) Jakarta dalam rangka melakukan transformasi sosial, demi pemberdayaan wacana intelektual masyarakat.
Sebagai salah satu situs terkemuka di Indonesia dekade tahun 2005-an, website Jaringan Islam Emansipatoris memiliki ciri khas, segmen pembaca, visi dan misi yang menarik untuk memasukinya. Sayangnya website itu kini sekarang sudah almarhum. Maka pada tataran inilah, kehadiran blog ini semoga mampu jawaban atas kerinduan kita pada media yang memiliki konsen khas pada ajaran Islam yang berperspektif emansipatoris.
-----
nana suryana
Kapita Selekta Jurnalistik
A. SEKILAS JURNALISTIK DAN PENGERTIAN JURNALISTIK
Media massa ada disekitar kita. Hidup satu hari saja tanpa berita adalah mustahil bagi kebanyakan orang. Manusia modern tidak lagi dapat hidup tanpa mendapatkan suguhan pers, yang memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi.
Secara gamblang orang menyamakan jurnalistik dengan pers, terkadang malah menyamakan jurnalistik sebagai surat kabar atau majalah. Hal ini dikarenakan media massa yang paling tua, dan yang paling pertama ditemui manusia adalah media tercetak.
Asal mula surat kabar disebut “acta diurna”. Terbit di zaman Romawi, ketika berita-berita dan pengumuman ditempelkan, atau dipasang, di pusat kota – yang disebut Forum Romanum. Asal kata jurnalistik adalah “Journal” atau “Du jour” (Perancis), yang berarti “hari atau catatan-catatan harian”. Berbagai catatan harian itu, yang kemudian menjadi berita atau warta harian itu dikumpulkan dalam lembaran yang tercetak.
Secara historis, jurnalistik memiliki keterkaitan dengan publisistik –yang kemudian menjadi ilmu komunikasi. Tapi, dalam perkembangan keilmuannya, keduanya menjadi dua bidang kajian yang berbeda.
Adi Negoro mengemukakan perbedaan antara publisistik dan jurnalistik. Ia merumuskan bahwa publisistik (komunikasi massa) adalah ilmu pernyataan antar manusia, yang umum lagi aktual, biasa disingkat dengan istilah “Pamula”. Dalam hal ini, publisistik diartikan sebagai kepandaian ilmiah yang mempelajari seluk beluk penyiaran berita, secara keseluruhannya, dan menyangkut segala saluran yang bukan saja media pers (surat kabar dan majalah) melainkan juga radio, televisi dan film. Sementara jurnalistik adalah kepandaian yang praktis, yaitu meliputi semacam kepandaian mengarang yang pada pokoknya ditujukan untuk memberi kabar pada masyarakat dengan cepat agar tersiar seluas-luasnya.
Salah satu definisi yang diberikan oleh Eric Hodgin (wartawan majalah Time), “Journalistik diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang mengatur pengiriman keterangan/berita/informasi dari sana-sini yang dilakukan secara seksama, mendalam dan cepat dalam rangka kekaryaannya melayani atau membela kebenaran dan keadilan yang selalu dapat dibuktikan”.
Dengan demikian, Ilmu Jurnalistik di antaranya membahas mengenai berita (news). News merupakan bidang kajian dari keilmuan jurnalistik. NEWS kerap diartikan sebagai singkatan dari : North, East, West, South. Namun, ruang lingkup jurnalistik bukan hanya membahas news, tetapi juga views. Dalam garis besarnya jurnalistik terbagi dalam 2 bagian: News (berita) dan Views (ulasan).
Frazer Bond dalam bukunya, An introduction to Journalism, menyatakan bahwa: “Journalism embraces all the form in which and through which the news and the moments on the news reach the public”. Selanjutnya Bond menyatakan: “Karya pers adalah melayani kepentingan umum dalam memberikan kenyataan/informasi yang seharusnya diperoleh oleh rakyat, sebab kenyataan itulah yang akan memberikan kemerdekaan kepada rakyat”. Dengan kata lain, jurnalistik merupakan sebuah pengerjaan yang menghasilkan karya/penerbitan; atau dalam hal ini, bisa juga dikatakan sebagai “kegiatan/pekerjaan”.
Di dalam pekerjaanya, jurnalistik mensyaratkan karakteristik universalitas. Maksudnya, pekerjaan jurnalistik haruslah bersifat “umum, atau berlaku untuk semua orang”. Hal ini dikarenakan jurnalistik, di dalam kegiatannya, meliputi “cara-cara sistimatis dalam melayani dan mengatur kebutuhan hati nurani manusia sebagai mahluk masyarakat.”
B. PENGERTIAN PERS DAN FUNGSI PERS
Kemajuan teknologi menemukan alat pencetakan surat kabar yang memakai sistem silinder (rotasi). Dari penemuan itulah, kemudian, istilah “pers” muncul, dan membuat masyarakat kerap menyamakan istilah “pers” dengan “jurnalistik” – bahkan mencampuradukan pengertian jurnalistik dengan pers.
Istilah pers yang sebenarnya adalah istilah bahasa Belanda, atau dalam bahasa Inggris disebut Press, yang mempunyai arti cukup banyak macamnya. Press mempunyai arti menekan, mencetak, dan mendesak. Kesemua arti itu menunjukkan kesamaan makna yang signifikan: antara menekan, mencetak dan mendesak. Pengertian pers dalam arti sempit adalah; surat kabar, majalah, kantor berita. Sedangkan pengertian pers dalam arti luas adalah segala barang yang dicetak.
Pers mempunyai fungsi sebagai media informasi, hiburan, pendidikan dan interpretasi. Salah satu fungsi pers yang paling penting adalah fungsi kontrol sosial, karena pers pada hakekatnya juga dianggap sebagai kekuatan keempat (the fourth estate), yakni menjalankan fungsi kontrol masyarakat. Dalam alam demokrasi liberal, sering disebutkan bahwa pers adalah sebagai “gatekeeper” atau pengawas dan penjaga demokrasi.
C. JENIS-JENIS JURNALISTIK
Kemajuan teknologi berkembang dengan amat cepatnya, maka rasa ingin tahu orang tidak lagi hanya dapat dipenuhi dengan jurnalistik biasa lagi, orang sudah menghendaki informasi yang lebih, dan untuk itu maka tumbuhlah jenis-jenis jurnalistik baru.
Sejarah jurnalistik baru lahir dan berkembang, seiring perkembangan masyarakat itu sendiri, didasarkan atas kebutuhan. Dengan demikian, kelahirannya tidak dapat dipisahkan dengan kecenderungan masyarakat. Kecenderungan masyarakat (pembaca, pendengar dan pemirsa) saat ini tidak cukup puas hanya menerima informasi dengan fakta “telanjang” dan “kering”, ada kecenderungan saat ini audience sudah mulai tidak menyukai sajian berita yang linier, tetapi tampaknya sudah menghendaki sajian berita yang bilinier atau multilinier. (Komunikasi Jurnalistik, J.B.Wahyudi, Alumni, Bandung, 1991).
J.B.Wahyudi menyatakan bentuk-bentuk jurnalistik baru, sebagai berikut:
1. Reportase investigative adalah laporan yang faktanya diperoleh dengan cara investigasi, dan dilakukan oleh sebuah kerja tim yang terencana.
2. Reportase kontemporer adalah laporan yang memasukan unsur sastra, sehingga ada yang menyebutnya sebagai jurnalistik sastra.
3. Reportase komparatif adalah laporan yang pengolahannya membandingkan antara event atau pendapat pokok dengan event atau pendapat lain yang relevan.
4. Reportase analisis adalah laporan dengan memberikan analisis terhadap fakta yang diperoleh.
5. Reportase interpretative adalah laporan yang ditulis dengan disertai interpretasi.
6. Reportase evaluatif adalah laporan dengan memberikan evaluasi terhadap fakta yang diperoleh.
Fred Fedler dalam bukunya “An Introduction to the Mass Media”, menyebutkan bahwa New Journalism ada empat yaitu: Advocacy Journalism (membimbing), Literary journalism (kesusastraan atau unsur sastra), Alternative Journalism dan Precision Journalism (ketelitian atau ketepatan).
Sementara Dja’far H. Assegaff, dalam buku “Jurnalistik Masa Kini”, menyebutkan jenis-jenis jurnalistik terdiri dari: Jurnalistik Baru (new journalism), Jurnalistik Pembangunan (development journalism), Jurnalistik Presisi (precision journalism).
D. MEDIA JURNALISTIK
1. Surat Kabar
Menurut Septiawan Santana surat, kabar adalah barang cetakan yang terbit setiap hari (kontinyu) yang halamannya berkisar 16 halaman, halaman 1 berisi berita utama, halaman 2 berisi berita daerah dan seterusnya.
Sumanang, SH. mengatakan bahwa surat kabar itu bukanlah sekedar memberikan berita atau informasi tetapi juga memuat pikiran-pikiran, pandangan-pandangan ataupun pendapat-pendapat orang. Karenanya surat kabar mempunyai dua sifat, yaitu: Sebagai pemberi penerangan (public information) dan sebagai pembawa pernyataan faham atau pendapat (organ of public opinion).
Fungsi surat kabar secara umum :
1. Publishing the news (menerbitkan atau menyiarkan berita).
2. Commenting on the news (memberikan komentar terhadap suatu berita).
3. Entertaining readers (menghibur pembaca).
4. Helping readers (menolong pembaca bagaimana cara menggunakan sesuatu).
5. Publishing advertising (menerbitkan atau menyiarkan barang dan jasa yang ditawarkan kepada publik dengan menyewa ruang dan waktu).
Adapun ciri-ciri surat kabar adalah sebagai berikut :
1. Aktualitas. Berita adalah laporan mengenai peristiwa yang terjadi kini, yakni kecepatan laporan, tanpa menyampingkan pentingnya kebenaran berita.
2. Periodisitas/Continuitas. Sifat continuitas berarti : surat kabar terbit secara teratur, bisa satu kali sehari, bisa dua kali sehari atau satu minggu sekali.
3. Publisitas. Yang dimaksud dengan publisitas ialah penyebaran kepada publik atau khalayak. Karena diperuntukan khalayak, maka sifat surat kabar adalah umum.
4. Universalitas. Sifat ini terlihat dari isi surat kabar itu yang aneka ragam atau kesemestaan isinya dan dari seluruh dunia.
Menurut Albert F. Heaning, berdasarkan waktu terbitnya, surat kabar terbagi ke dalam empat bagian:
1. Surat kabar Harian (Daily newspaper): adalah surat kabar yang mempunyai waktu terbit setiap hari sekali (surat kabar umum), misalnya yang terbit pagi hari dan sore hari.
2. Surat kabar Mingguan (Weekly Newspaper): adalah surat kabar yang terbit satu minggu sekali.
3. Surat kabar Dua Mingguan/Bulanan: adalah surat kabar yang terbit dua minggu sekali atau setiap bulan sekali.
4. Tabloid: adalah surat kabar yang berukuran format lebih kecil dari ukuran yang biasa/standar.
2. Majalah
Dalam garis besarnya majalah ini dapat diklasifikasikan pada: Mass Magazine, Class Magazine dan Specialised Magazine. Salah satu bentuk media massa yang dikenal luas sejak masa lalu adalah majalah. Dikalangan kaum elit, menurut Wilson (1989), kehadiran majalah sejak tahun 1704 di Inggris dimulai dengan terbitnya majalah-majalah seperti Review, Tatler, Spectator semuanya terbit di London. Di Amerika Serikat majalah baru terbit sekitar tahun 1741 yang mendorong terbitnya Christian History (1743), Saturday Evening Post (1821).
Namun demikian kehadiran majalah sampai tahun 1830 tidak dapat dikatakan sebagai media massa karena diperuntukkan bagi kaum elit saja. Kehadirannya sebagai media massa baru dimulai sejak tahun 1865. Kemudian beberapa majalah yang sangat terkenal terbit di Amerika Serikat, dan bahkan dunia pada umumnya. Sebagai contoh terbit majalah Reader’s Digest tahun 1922, TV Guide tahun 1948, Play Boy tahun 1953.
Masing-masing majalah tersebut dengan caranya sendiri mengeksploitasi nafsu membeli masyarakat terhadap majalah dengan menyajikan informasi yang sebetulnya informasi murahan atau yang tenar dikalangan masyarakat. Pada masa antara tahun 1960-an sampai sekarang beberapa majalah ternama terbit sebagai media massa. Seperti; Life pada tahun 1972, Time, Newsweek, dan lainnya.
3. Radio
Kehadiran radio sebagai media massa elektronik bersamaan dengan hadirnya film sekitar tahun 1888 ketika Henrich Hertz pada mulanya mentransmisikan aliran melalui gelombang-gelombang udara.
Radio mendapat julukan sebagai kekuasaan kelima atau “The Fifth Estate”, setelah pers (surat kabar) dianggap sebagai kekuasaan keempat atau “The Fourth estate”. Daya tarik radio disebabkan oleh sifatnya yang serba hidup, yaitu: musik, kata-kata dan efek suara.
Dibandingkan dengan televisi, radio mungkin kalah gemerlap dalam menyajikan hiburan. Tapi sebagai media informasi, radio jangan lagi dipandang sebelah mata. Dulu mungkin orang merasa “sakit telinga” mendengarkan berita dari RRI, yang kebanyakan tak menarik tapi harus disiarkan semua radio. Kini semua berita menarik dan tidak harus menunggu jadwal yang tetap. Setiap saat berita bisa disiarkan, dan semua radio bisa mengemas berita masing-masing, karena itu radio pun berbenah.
Pada saat ini siaran-siaran radio diarahkan lebih spesialisasi untuk melayani khalayak tertentu ataupun membuat variasi terhadap program-programnya demi pemenuhan kebutuhan informasi khalayaknya.
4. Televisi
Perkembangan televisi sebagai media massa elektronik pada awalnya dimulai dengan hadirnya kamera televisi yang ditemukan oleh Vladimir Zworykin pada tahun 1923. Sampai dengan tahun 1948 kehadiran televisi dianggap diperuntukkan bagi masyarakat elit. Baru ketika pada tahun 1946 televisi berwarna mulai ditunjukkan oleh CBS dan NBC dan di tahun 1948 televisi mulai menyiarkan berita dan hiburan secara teratur.
Menurut Greenfield (1977) dan Wilson (1989), yaitu pada tahun 1951 penyebarluasan gambar televisi dilakukan atas bantuan jaringan Microwave sehingga mempermudah penerimaan gambar oleh khalayak yang jauh dari stasiun pirsawannya. Lalu tahun 1956 televisi mulai menyiarkan kampanye presiden Amerika Serikat;
Kemudian di negara-negara lain bermunculan badan-badan siaran TV: di Prancis, Jerman, Nederland, Belgia, Luxemburg, Italia, Denmark, Austria, Swedia, dll. Sejak tahun 1953 tibalah pula saatnya Asia mengejar ketinggalan dalam bidang TV ini yang dimulai oleh Jepang pada tahun 1953, Philipina pada tahun sama, Muangthai pada tahun 1955. Indonesia dan Republik Cina tahun 1962, Singapura tahun 1963 dan baru kemudian disusul oleh Malaysia.
5. Film
Film adalah medium komunikasi massa yang ampuh, bukan saja untuk hiburan, tetapi juga untuk penerangan dan pendidikan. Dalam ceramah-ceramah penerangan atau pendidikan kini banyak digunakan film sebagai alat pembantu untuk memberikan penjelasan.
Film adalah gambar bergerak pertama dihasilkan oleh tangkapan suatu kamera yang ditemukan tahun 1888 di laboratorium milik Thomas Alfa Edison. Disusul tahun 1895 ditemukannya proyektor oleh dua orang bersaudara Lumiere di Paris. Pemutaran gambar hidup yang pertama dilakukan dalam teater Vaudeville (suatu arena yang khusus digunakan untuk hiburan tarian-dance diiringi musik yang sangat tenar di Eropa, hiburan ini milik kaum elit!).
Di Amerika Serikat pada tahun 1903 hadirnya film cerita pertama oleh Edwin S.Porter di bawah judul “Great Train Robberty”. Yang paling terkenal pada tahun 1917 ialah hadirnya film hiburan pertama yang dimainkan bintang film Charlie Chaplin.
Perkembangan film untuk khalayak muda masih terus berlangsung sampai kini dengan ditemukannya video pada tahun 1980-an, setelah itu pada tahun 1990-an ditemukan laser disc dan Video Compact Disk yang pada saat sekarang seolah-olah memindahkan kebiasaan menonton film di bioskop ke rumah-rumah.
E. PROFESI KEWARTAWANAN
Menurut Alex Sobur, yang disebut wartawan itu pada dasarnya adalah setiap orang yang berurusan dengan warta atau berita. Dengan demikian, siapa pun yang melakukan pekerjaan yang berkaitan dengan warta atau berita, bisa disebut wartawan; baik mereka yang bekerja pada surat kabar, majalah, radio, televisi, film, maupun kantor beri¬ta.
Wartawan, menurut Adinegoro, ialah orang yang hidupnya beker¬ja sebagai anggota redaksi surat kabar; baik yang duduk dalam redaksi dengan bertanggung jawab terhadap isi suatu surat kabar, maupun di luar kantor redaksi sebagai koresponden, yang tugasnya mencari berita, menyusunnya, dan kemudian mengirimkannya kepada surat kabar yang dibantunya; baik berhubungan tetap, maupun tidak tetap dengan surat kabar yang memberi nafkahnya.
Secara singkat dapat dikatakan, ada dua jenis wartawan berda¬sarkan tugas yang dikerjakan, yaitu reporter dan editor. Istilah reporter berasal dari kata report yang berarti "laporan", dan orang yang membawa laporan itu disebut pelapor, jurnalis, warta¬wan, atau reporter. Jadi, seperti dikatakan Rosihan Anwar, "reporter adalah orang yang mencari, menghimpun dan menulis berita; sedangkan editor adalah orang yang menilai, menyunting berita dan menempatkannya dalam koran" (Anwar, 1996:1).
Wartawan yang menjabat redaktur, biasanya mengetuai sidang atau dewan redaksi (Junaedhie, 1991:227). Sesuai jabatannya, ia berhak menyunting, menolak, menerima tulisan untuk dimuat. Sifat pekerjaannya hampir sama dengan redaktur pelaksana, yakni sebagai pelaksana kebijakan penerbitan persnya, sesuai yang digariskan oleh pemimpin redaksi.
John Hohenberg dalam bukunya The Professional Journalist, mengemukakan empat buah syarat ideal untuk menjadi wartawan yang baik, yaitu: Pertama, tidak pernah berhenti mencari kebenaran; Kedua, maju terus menghadapi zaman yang berubah dan jangan menunggu sampai dikuasai olehnya; Ketiga, melaksanakan jasa-jasa yang berarti dan ada konsekuensinya bagi umat manusia; Keempat, memelihara suatu kebebasan yang tetap teguh.
Duanne Bradley (dalam Anwar, 1996:3), dalam buku The Newspa¬per - Its Place in a Democracy, mengatakan bahwa wartawan yang baik harus memiliki sejumlah aset dan modal, yaitu pengetahuan, rasa ingin tahu, daya tenaga hidup (vitalitas), nalar berdebat, bertukar pikiran, keberanian, kejujuran, dan keterampilan bahasa.
Adinegoro (1961), salah seorang perintis pers Indonesia, menambahkan bahwa wartawan yang baik memiliki sejumlah sifat yang harus ditanam dan dipupuk seorang wartawan, yaitu: (1) Minat yang mendalam terhadap masyarakat dan apa yang terjadi dengan manu¬sianya; (2) Sikap ramah tamah terhadap segala jenis manusia dan pandai membawa diri; (3) Dapat menimbulkan kepercayaan orang yang dihadapi; (4) Kesanggupan berbicara dan menulis dalam bahasa Indonesia--lebih baik lagi jika menguasai berbagai bahasa asing; (5) Memiliki daya-peneliti yang kuat dan setia kepada kebenaran; (6) Memiliki rasa tanggung jawab dan ketelitian; (7) Kerelaan mengerjakan lebih dari apa yang ditugaskan; (8) Kesanggupan bekerja cepat; (9) Selalu bersikap objektif; (10) Memiliki minat yang luas (11) Memiliki daya analisis; (12) Memiliki sifat reak¬tif; (13) Teliti dalam mengobservasi; (14) Suka membaca; dan (15) Suka memperkaya bahasa.
Seorang wartawan yang baik, kata Mochtar Lubis (1963:67-68), haruslah dapat membuat laporannya sedemikian rupa, hingga beri¬tanya menjadi hidup, dan pembaca dapat melihat apa yang ditulisn¬ya seakan dia ikut melihatnya sendiri.
F. REPORTASE, PELIPUTAN DAN PENULISAN BERITA
Saat bekerja di lapangan, wartawan dituntut untuk menggunakan seluruh inderanya, termasuk intuisi, untuk merekam semua kejadian dalam pikirannya, yang selanjutnya dituangkan dalam tulisan. Dalam merekam atau mengamati objek berita, wartawan dituntut untuk mencatat gejala dan fakta denga teliti dan terang. (Abdullah:1992)
Sumber berita dapat diperoleh di mana-mana. Lebih tegasnya berita dapat diperoleh dari dua sumber; Pertama, berita yang bersumber dari alam, misalnya gunung meletus, hujan lebat, kemarau panjang, halilintar menyambar pohon dan lain sebagainya. Kedua, berita yang bersumber dari manusia, yaitu berita yang merupakan peristiwa yang terjadi didalam masyarakat, misalnya tabrakan kereta api, jatuhnya pesawat, perampokan dan lain sebagainya.
Menurut Muslimin dan Djuroto (1999), setelah fakta dan data terkumpul, selanjutnya wartawan harus melengkapi, mengembangkan dan memperluas berita dengan menggunakan unsur 5W 1H yakni:
1. What, artinya apa yang tengah terjadi, peristiwa apa yang sedang terjadi.
2. Who, artinya siapa sipelaku peristiwa itu, siapa yang terlibat.
3. Where, artinya dimana peristiwa itu berlangsung.
4. When, artinya kapan peristiwa itu berlangsung. Agar beritanya aktual, data dari peristiwa tidak lebih dari 24 jam.
5. Why, artinya mengapa kejadian itu bisa terjadi.
6. How, artinya bagaimana kejadian itu bisa terjadi.
Setelah data diperoleh, wartawan mulai menyusun dan menulis berita. Dalam menyusunan berita ada teknik dan gaya sendiri. Assegaf (1982:49-50) membahas teknik menulis berita dengan gaya piramida terbalik, tujuannya adalah untuk memudahkan publik yang bergegas agar cepat mengetahui apa yang terjadi dan diberitakan, disamping untuk memudahkan redaktur memotong bagian yang tidak penting dan terletak pada bagian paling bawah, demi memenuhi ruang yang tersedia di surat kabar.
Sumber lain mengatakan tata cara wartawan mencari berita. Berita dapat diperoleh: Pertama, melalui meeting. Proses pencarian dan penciptaan berita itu dimulai di ruang redaksi melaui forum rapat proyeksi. Istilah lain dari rapat proyeksi adalah rapat perencanaan berita, rapat peliputan, atau rapat rutin wartawan dibawah kordinasi kordinator liputan (korlip).
Kedua, melalui hunting. Sebagai pemburu (hunter), harus memiliki beberapa kemampuan dasar; kepekaan berita yang tajam (sense of news), daya pendengaran berita yang baik (hear of news), mengembangkan daya penciuman yang tajam (noise of news), mempunyai tatapan penglihatan berita yang jauh dan jelas (news seeng), piawai dalam melatih indra perasa berita (news filling), dan senantiasa diperkaya dengan berbagai pengalaman beita yang dipetik dan digali langsung dari lapangan (news experiences).
Wawancara berita (news interview) adalah kegiatan tanya-jawab yang dilakukan reporter dengan nara sumber untuk memperoleh informasi menarik dan penting yang diinginkan. Informasi yang menarik dan penting itu kemudian diolah untuk dijadikan berita.
Dalam wawancara, menurut Jonathan (Mirza, 2000:86-88) harus memenuhi delapan persyaratan, diantaranya:
a. Mempunyai tujuan yang jelas, yang artinya setiap wawancara senantiasa didasari tujuan yang sudah direncanakan. Adapun tujuan wawancara berita terdiri dari: wawancara faktual (the factual interview, wawancara riset pendapat (the opinion research interview, dan wawancara penegasan kredibilitas nara sumber (a well known personality interview).
b. Efisien, yang artinya wawancara makin terasa efisien apabila berhasil mengungkap tujuan pokok wawancara yang ingin dicapai dalam waktu singkat, sehingga khalayak dengan segera mendapatkan informasi yang diperlukan.
c. Menyenangkan, yang artinya dapat membedakan antara wawancara denganintrogasi.
d. Mengandalkan persiapan dan riset awal, yang artinya wawancara didasari pada latar belakang masalah sehingga pewawancara dapat memahami masalah.
e. Melibatkan Khalayak, yang artinya pewawancara berhasil mewakili kepentingan khalayak untuk memproleh kepastian.
f. Menimbulkan spontanitas, yang artinya wawancara yang baik sanggup memunculkan jawaban dan suasana spontan.
g. Pewawancara sebagai pengendali, yang artinya wawancara akan semakin menarik apabila pewawancara tetap berfungsi sebagai pengendali acara.
h. Mengembangkan logika, artinya wawancara akan semakin menarik apabila mampu mengedepankan logika. (AS. Haris Sumadiria, 2005:104-105)
Sebagaimana dikutip oleh Haris Sumadiria (2005:107-108), wawancara berita dapat dikelompokan dalam beberapa jenis, yaitu:
a. Wawancara sosok pribadi (personal interview). Wawancara dilakukan dalam dua golongan sosok pribadi.
b. Wawancara berita (news interview). Wawancara diselenggarakan sehubungan dengan adanya berita besar dengan maksud untuk memperoleh pendapat atau tanggapan dari orang berwenang.
c. Wawancara jalanan (man in the street interview). Wawancara diadakan di jalan umum dengan menanyai orang yang lewat tentang pendapat mereka berkenaan dengan suatu berita penting.
d. Wawancara sambil lalu (casual interview). Wawancara tidak direncanakan secara khusus tetapi berlangsung secara kebetulan.
e. Wawancara telepon (telephone interview). Wawancara untuk memperoleh keterangan dari seseorang yang berwenang dilakukan melalui telepon yang sewaktu-waktu dapat diadakan antara pewarta dan sumber berita.
f. Wawancara tertulis (written interview). Kelemahan dalam wawancara tertulis yakni sekiranya ada bagian yang tidak jelas dari jawaban tertulis itu, pewarta tidak dapat meminta penjelasan dari sumber berita pada saat itu. Keuntungan: berita yang disusun berdasarkan jawaban tertulis diasumsikan tidak akan dibantah oleh sumber berita, kecuali kalau susunan berita bertentangan dengan maksud sumber berita.
g. Wawancara kelompok (discussion interview). Wawancara dilakukan dengan sekelompok orang, seakan-akan pewarta adalah peserta dalam suatu seminar atau symposium. Hasil wawancara yang akan diberitahukan bukan pendapat satu orang dalam seminar tetapi rangkuman pendapat yang transparan dalam seminar.
Selama wawancara, ada beberapa hal yang harus dilakukan wartawan, yaitu: menjaga suasana, bersikap wajar, memelihara situasi, tangkas dalam menarik kesimpulan, menjaga pokok persoalan, menjaga sopan santun, dan bersikap kritis. Sementara sikap yang mesti dilakukan wartawan saat pelaksanaan wawancara yaitu: datang tepat waktu, memperhatikan penampilan, datang dengan persiapan dan pengetahuan masalah, kemukakan maksud dan tujuan pada nara sumber, jangan menggurui, menjadi pendengar yang baik, dan mempersiapkan catatan. (Asep S.M. Romli, 2003:77)
Dilihat dari pokok persoalan (subjek matter) dan tipe orang yang diwawancarai, menurut Bruce D. Itute seperti dikutif Asep Saepul Muhtadi (1999:217-218), terdapat dua pola wawancara. Pertama, funnel interview, yaitu pola wawancara yang disusun seperti bentuk corong atau cerobong (funnel). Kedua, interved interview, yaitu pola wawancara yang disusun seperti cerobong terbalik. Disini seorang reporter langsung menanyakan masalah-masalah pokok tanpa harus memulainya dengan pertanyaan-pertanyaan umum dan ringan.
Adapun jenis pertanyaan yang diajukan dalam wawancara berita terdiri dari: pertanyaan terbuka, pertanyaan hipotetik terbuka, pertanyaan langsung, pertanyaan tertutup, pertanyaan beban, pertanyaan terpimpin, dan pertanyaan orang ketiga.
G. MANAJEMEN PERS
Pada pers, manajemen meliputi bagian-bagian yang spesifik, menuruti kebutuhan produk informasi lewat “cetakan” sampai pencarian berita. Maka, biasanya manajemen pers terbagi ke dalam berbagai departemen, yang terdiri dari: editorial (yang bertugas mengumpulkan dan mempersiapkan berita keras dan hiburan, serta opini-opini, baik secara tertulis maupun ilustrasi), periklanan (yang mempersiapkan pesan-pesan komersil), produksi (yang pada gilirannya merubah materi editorial dan periklanan ke dalam lembaran bacaan cetakan), sirkulasi (yang mendistribusikan produk ke khalayak pasar berita), dan manajemen (yang mengatur keseluruhan kegiatan).
Menurut Septiawan Santana, manajemen pers, pada umumnya, terdiri dari beberapa bagian penting sebagai berikut:
1. Publishers (Penerbit). Penerbit merupakan bagian yang mengawali pendirian sebuah organisasi pers. Sebagai sebuah perusahaan yang berada di belakang koran atau majalah. Anggotanya antara lain ialah para pemilik saham.
2. Redaksi. Bagian redaksi ini menyangkut segala hal atau tingkatan dari pekerjaan penulisan (writing job). Administrasi keredaksian yang terdiri dari: Sekretaris Redaksi, Copy Boy dan Correctors. Bagian ini dipimpin oleh Pemimpin Redaksi (Managing Editor). Yang membawahi berbagai redaktur seperti: Layout Editor (membawahi Art/Designers), Photo Editor (membawahi Photopgraphers), serta bagian pemberitaan seperti News Editors, Feature Editor, Sports Editor, Other Dept dan Editorial (tajuk rencana). Pada bagian pemberitaan, ada bagian Copy Editors (yang bertugas menerima berita yang masuk dari wartawan di lapangan) dan para reporter (Reporters) yang bertugas meliput berita di lapangan.
3. Business Manager (Pemimpin Perusahaan). Bagian ini kerap disamakan dengan The Front Office, bagian depan dari perusahaan pers yang langsung menghadapi masyarakat atau pangsa pasar. Dipimpin oleh seorang Pemimpin Perusahaan, bagian ini bertugas: mengatur pembukuan, penagihan uang langganan, biro pembayaran biaya-biaya perusahaan, menentukan untung-rugi perusahaan tersebut -- tugas-tugas yang bersifat manajerial perusahaan.
4. Production Dept (Departemen Produksi) atau Percetakan. Bagian ini bertugas mencetak naskah dan gambar pemberitaan yang telah disusun dan didesain redaksi, untuk diproduksi menjadi ribuan eksemplar koran/majalah. Umumnya, bagian ini terdiri dari bagian Composing Room (ruang pengaturan cetakan) dan Platemaking (pembuatan plat cetakan koran/majalah); yang untuk selanjutnya masuk ke ruang ruang kerja Press Room (ruang cetak). Pada ruang cetak, ada dua bagian yang pelayanan (service dept.) dan pengiriman (Mailing dept.) koran/majalah.
H. CYBER JURNALISM
Dalam jangka waktu 10 tahun yang lalu, tak terbayangkan oleh manusia apa jadinya hidup ini tanpa mesin facsimile. Kemudian 5 tahun yang lalu, situasinya berubah drastis. Manusia mulai tak terpisahkan oleh telepon genggam. Kini, apa jadinya hidup manusia tanpa e-mail dan internet. Sungguh tak terbayangkan. Tapi itulah manusia, selalu ketagihan tanpa bisa protes.
World Wide Web mendapat perhatian publik yang sangat besar yang tidak dapat disamai oleh aplikasi internet lainnya. Pada tahun 1995, WWW menggantikan FTP sebagai aplikasi internet yang bertanggung jawab atas sebagian besar lalu lintas internet. Web telah menjadi sedemikian terkenalnya sehingga kadang dicampur adukkan dengan istilah internet itu sendiri meskipun pengertian di Web dan di Internet sebenarnya tidaklah sama.
Web adalah sistem pengiriman dokumen tersebar yang berjalan di internet. Web dikembangkan di CERN (European Center for Nuclear Research), suatu lembaga bagi penelitian fisika energi tinggi di Geneva, Swiss. Tujuan semula dari lembaga ini adalah untuk membantu para fisikawan di berbagai lokasi yang berbeda dalam bekerja sama dan berbagi material penelitian.
Web dengan cepat berkembang ke luar lingkup masyarakat fisika energi tinggi. Pada tahun 1993, terdapat 130 server web di internet. Setahun kemudian jumlahnya meningkat menjadi 2.738, dan pada bulan Juni 1995 terdapat 23.500 server web.
Sekarang ini web telah memiliki pemirsa dalam jumlah yang sangat besar di luar lingkup akademis: kurang lebih 30% dari server web yang tengah beroperasi saat ini berada di komputer dalam domain komersial, dan di sebagian industri, di mana keberadaaan perusahaan web sama pentingnya dengan memiliki telepon atau faks bagi tujuan komunikasi bisnis. Web sekarang telah menjadi media yang sangat penting bagi periklanan dan alamat web sekarang sudah umum dijumpai pada majalah, surat kabar, dan iklan televisi.
Internet memang revolusioner. Internet telah mengubah kehidupan manusia secara drastis. Ia juga telah menciptakan sebuah tatanan ekonomi baru. Ia telah mereformasi sejumlah praktek-praktek bisnis kuno.
Situs www.amazon.com misalnya, telah mengubah wajah industri eceran dan distribusi menjadi sedemikian revolusioner. Ebay.com telah mengembalikan sistem lelang yang telah dilupakan orang, menjadi sebuah mekanisme perdagangan baru. Dogpile.com telah menjadi kepustakaan raksasa untuk bertanya apa saja. Entah berapa banyak anak muda di lembah Sillicon yang telah menjadi milyarder gara-gara internet (Kafi Kurnia: Manfaat Internet, Kompascybermedia; 26/9/2000).
Lebih lanjut Kafi Kurnia menjelaskan bahwa, film “Blair Witch Project” menggunakan internet sebagai media yang kreatif dan murah untuk mempromosikan film mereka. Hanya dengan bermodalkan $ 15.000, situs Blair Witch Project berdiri. Tak kurang dari 75 juta orang telah mengunjungi situs itu. Dan ketika diputar, film ini menghasilkan rekor penjualan tiket tak kurang dari 100 juta dolar.
Sony menggunakan internet untuk memasarkan Play Station II. Hanya dalam 15 menit situsnya jatuh. Dalam sehari itu mereka menjual ludes 750.000 unit Play Station II. Buku Harry Potter yang dijual lewat Amazon.com, terjual sebanyak 400.000 eksemplar lebih hanya dalam 3 hari. Sebagai marketing tools, internet telah membuktikan sejumlah kiprahnya yang luar biasa itu.
Di Indonesia, menurut Kafi Kurnia, pemakai aktif internet masih belum mencapai 2 juta orang. Namun dengan internet, orang Indonesia mampu melakukan transaksi sejauh Rusia dan Eropa. Jadi keajaiban internet memang nyata. Sungguh nyata.
Tampaknya peran media cetak sudah beralih ke internet, mulai dari mencari bahan riset, berita, hingga mencari inspirasi. Sebuah survey yang disponsori agen public relation (PR) Burson-Marsteller, menemukan bahwa internet telah menggeser publikasi cetak sebagai sumber informasi bagi pada reporter (Baca: Internet, Sumber Berita Utama Bagi Wartawan; Kompas, 21/12/2000).
Lebih dari sepertiga reporter yang disurvey mengatakan bahwa internet merupakan tempat pertama untuk mencari data, hanya seperempat yang mengatakan bahwa mereka akan ke perpustakaan lebih dulu.
Studi ini juga menunjukkan bahwa para reporter tersebut banyak menghabiskan waktu bekerja secara online. Empat puluh persen responden mengatakan bahwa mereka menggunakan internet semanusiar 4 sampai 10 jam per minggu untuk penelitian dan mengecek berita. Sedangkan 40 persen lainnya, online 11 jam atau lebih per minggu.
Kebenaran informasi yang didapat dari internet ternyata sangat penting bagi seorang wartawan. Lebih dari separuh responden, 57 persen, mengatakan bahwa internet merupakan sebuah sumber yang bisa dipercaya.
Namun internet tidak hanya digunakan untuk penelitian. Empat puluh enam persen responden melakukan wawancara melalui e-mail, dan 31 persen sudah pernah melakukan konferensi pers secara online. Para wartawan itu mengatakan bahwa internet bisa diandalkan karena jaminan keamanan serta banyaknya informasi yang tersedia.
Jika para wartawan sudah merambah internet, industri PR belum bisa memanfaatkannya secara maksimal. Dari 25 persen responden yang menerima semanusiar 10 buah press release melalui e-mail, 10 persen mengatakan bahwa mereka jarang membuka e-mail ini. Dan kurang dari 10 persen mengatakan hanya membuka separuhnya. Menurut laporan IMT Strategies dari Council of Public Relations Firms, media-media tersebut tidak ingin menerima spam press release.
Bisnis PR telah berkembang 32 persen selama tahun 2000, namun, responden dari kalangan PR mengatakan bahwa internet berdampak negatif bagi bisnis mereka. Lebih dari 60 persen mengatakan bahwa internet telah memperpendek perputaran berita, menambah pekerjaan mereka, dan mempersingkat tenggang waktu penyelesaian.
Kurang dari 40 persen responden PR mengatakan bahwa internet merupakan sumber yang bagus bagi pekerjaan mereka. Mereka berpendapat bahwa internet telah merubah komunikasi di lingkungan PR, namun mereka masih berjuang menghadapi media baru tersebut.
Laporan IMT Strategies didasarkan pada wawancara dengan responden dari 35 agen PR dan 26 media. Burson-Marsteller melakukan survey terhadap 232 wartawan melalui e-mail.
-----
Nana Suryana.
Tulisan ini merupakan hasil dari job training saya saat masih kuliah di jurusan jurnalistik uin sgd bandung.
Pinter, Keminter, Keblinger?
"Jadilah manusia yang pinter, tapi jangan sekali-kali berlaku keminter, dan waspada agar tidak keblinger!". Itulah nasehat Bapa, saat saya akan mulai menginjak bangku perguruan tinggi, sembilan tahun lalu. Pepatah itu masih saja terpatri dalam hati saya hingga kini.
Pinter, keminter dan pinter keblinger! Ketiga kata tersebut sering saya dengar dalam percakapan sehari-hari. Namun waktu itu, saya belum bisa memilah maknanya. Seiring bertambahnya usia, ilmu dan pengalaman menjadi modal pengetahuan. Saya coba mengartikannya ketiga kata itu sesederhana mungkin. Pinter berarti pandai, cerdas, terpelajar, arif dan bijaksana. Keminter berarti belagak so' pandai. Sementara pinter keblinger artinya keliru atau tersesat oleh karena merasa pandai.
Orang pinter akan dihormati orang lain. Tapi, bila orang pinter bertingkah keminter, akan timbul rasa muak bagi orang lain. Saat orang yang merasa pinter melakukan tindakan salah, ia akan keblinger, dan jadi bahan cemoohan orang sekitar.
Kapan seseorang dianggap keminter? Kalau orang tersebut dalam pandangan orang lain telah berbicara atau bertindak melebihi kemampuan yang dimilikinya. Dalam keadaan seperti itu, orang yang keminter serasa menggurui. Orang keminter ini sering saya temui, baik di warung kopi, terminal, ruang kelas, pas acara seminar atau diskusi, saat mendengar orasi, pun ocehan atasan di kantor.
Sebagai contoh, saya sering dengar orang berbicara dengan menggunakan istilah-istilah yang hebat. Tetapi kalimat yang mereka susun tidak sepadan kehebatannya dengan istilah yang mereka gunakan. Kualitas berpikir yang mendasari argumen tersebut juga tidak setara. Tingkah laku seperti itu menimbulkan kesan keminter.
Pada kondisi seperti itu, sungguh saya merasa muak, sebab saya merasakan adanya pelecehan terhadap konsepsi hebat, yang lahir dari pemikiran mendalam, tapi digunakan oleh orang yang berpikir pas-pasan. Kesan keminter ini akan lebih kuat lagi kalau wacana yang mengadopsi istilah besar itu digunakan dengan "bahasa gado-gado", yaitu bahasa Indonesia yang tidak sempurna, disisipi istilah asing, yang cara pengucapannya saja sudah salah.
Sekarang, apa contoh situasi pinter keblinger? Contohnya banyak sekali. Diantara ramalan yang dibuat orang pinter ternyata banyak juga yang meleset. Ramalan tentang kedatangan "Ratu Adil" sampai sekarang ternyata tidak ada yang terwujud. Contoh paling mencolok di negara kita ini ialah keputusan untuk meminjam utang luar negeri sebagai modal untuk membangun bangsa. Namun pada kenyataannya, uang tersebut malah raib ditelan oleh para koruptor.
Perlu kita catat dan dijadikan contoh juga, ramalan tentang bencana yang menimpa bangsa Indonesia, karena banyak dosa yang telah kita perbuat. Memang benar kita telah tertimpa berbagai bencana; Merapi meletus, Mentawai gempa dan tsunami, air bah Waisor, banjir Jakarta, terendamnya Bandung, lumpur Lapindo, tabrakan kereta, kapal jatuh, dan rentetan bencana lainnya. Tetapi itu bukan karena kita telah banyak berdosa, melainkan karena kita terus-menerus membuat kesalahan.
Segenap malapetaka yang kita alami ini, saya kira adalah evidensi yang jelas salah tentang keputusan yang kita ambil pada masa lalu. Sukar untuk dipungkiri, bahwa kita sebagai bangsa telah keblinger; bahwa di masa lampau kita telah bertindak ceroboh, yaitu mengambil keputusan salah, padahal telah diketahui dampak yang akan ditimbulkannya. Keputusan tertentu telah kita ambil secara membabi-buta, termasuk masalah lingkungan. Bukannya mencegah terjadinya malapetaka yang mungkin akan timbul dari suatu keputusan jauh lebih penting daripada meredam malapetaka yang timbul oleh keputusan tadi?
Pada akhirnya, dapatkah kita sebagai bangsa memetik pelajaran dari keblingeran kita selama ini? Dapatkah kita mengembangkan diri sebagai bangsa yang pinter, tetapi tidak keminter, dan berusaha untuk mengambil keputusan secara literate, sehingga kita tidak terjebak dalam keblingeran? Hal yang mudah diucapkan, namun sulit dilakukan, bukan?
---
Nana Suryana.
Bugelan Tasikmalaya, 04 November 2010
Langganan:
Postingan (Atom)