<< Humanis - Kritis - Transformatif - Praxis >>

  • RSS
  • Delicious
  • Facebook
  • Twitter

Twitter

Jumat, 18 Februari 2011

PEWARISAN NILAI KADER


Suatu waktu saya diundang oleh warga Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) untuk menjadi fasilitator dalam diskusi rutin di sekretariat. Seorang kader dengan penuh nafsu bertanya dan menyatakan frustasinya kepada saya, "Apa yang harus kami perbuat selaku generasi muda, kader rayon, kalau kepada kami hanya diwariskan pengetahuan kuno, kemalasan akademik, kemandegan kaderisasi dan jebakan konflik?"

Terkesima saya mendengar gedoran ini. Soalnya lontaran ini saya hadapi setelah saya mengemukakan pandangan untuk 'menggembleng' dan memandirikan salah satu komunitas pergerakan agar menjadi barometer percontohan bagi kader lain.

Dalam konteks peristiwa itu, timbul rasa bersalah dalam diri saya. Tanpa saya ketahui, rupanya hasrat saya langsung dihubungkan dengan situasi yang didapati kader tersebut dalam pola kehidupan sehari-hari. Dalam penglihatannya, segala yang diberikan dan diwariskan 'senior' kepadanya tidak cukup, tidak sepadan dengan harapannya. Saya merasa, bahwa tanpa dikehendaki, saya telah membakar rasa tidak puas kader pada para pendahulunya.

Lalu apa yang dapat dilakukan oleh kader kalau terhadap masalah-masalah tadi belum diketahui cara penyelesainnya? Bukankah mereka itu kader pewaris bangsa, kelompok yang terlatih, yang mampu melanjutkan estafeta eksistensi bangsa dengan jalan melatih orang-orang lain lewat rekruitmen kader baru?

Saya kira, tugas kita selaku 'senior' ialah memperkenalkan masalah-masalah tersebut kepada kader, melatih mereka agar mengenali anatomi setiap persoalan sebaik mungkin, dan membawa mereka ke dalam proses pemikiran untuk mencari jawabannya. Mereka harus merasa terlibat dan turut bertanggung jawab akan terselesaikannya masalah yang dihadapi. Para kader harus dapat turut merasakan kecemasan, kekhawatiran dan ketakutan yang juga dirasakan oleh senior-seniornya terdahulu.

Kalau sikap ini sudah terbentuk, maka mereka telah siap untuk mengajak orang lain mengikuti masa penerimaan anggota baru, siap terjun langsung ke masyarakat, tangguh untuk menangkal setiap ancaman dan memecahkan setiap hambatan. Hal ini mesti dilakukan dengan memberikan pengetahuan problematik yang substansif, kemampuan analisis yang tajam, dan kemampuan persuasi yang meyakinkan. Bukan dengan indoktrinasi, debat formalistik atau orasi semata.

Sayangnya, salah satu kelemahan kita, baik di dunia pergerakan maupun dalam kehidupan ilmiah, ialah tipisnya keinginan kita untuk melahirkan pengetahuan baru. Pada umumnya kita terlalu puas dengan pengetahuan yang sudah ada, warisan para leluhur. Kita menderita penyakit kemalasan akademik, kemalasan membaca dan keengganan melakukan analisa.

Makanya penyusunan kurikulum kaderisasi yang tepat, tentu akan menghasilkan kader yang betul-betul mampu mengajarkan hal yang relevan kepada masyarakat. Sebaliknya, program kaderisasi yang hanya terdiri dari kegiatan menghafal doktrin, belajar berdebat dan berorasi, bersikap anarkis dengan mengutamakan otot daripada otak, malah akan mengancam eksistensi dan menghambat perkembangan bangsa.

Hal semacam itulah yang saya jabarkan pada kader junior-ku itu. Tiba-tiba mukanya nampak berubah secara berangsur-angsur. Kemarahannya mereda, frustasinya mulai surut, dan rasa optimis mulai berkobar. Rupanya selama saya 'berkhutbah', telah terjadi perjumpaan batin antara dirinya dengan diri saya. Kami telah bertemu sebagai sesama warga pergerakan, yang sama-sama merasakan derap langkah yang sama.

Sekonyong-konyong rasa asing dan 'ewuh-pakewuh' antara kami berdua lenyap! Rasa keakraban mulai terasa, meski kami belum lama kenal karena terhalang oleh angkatan yang lumayan timpang. Intuisi saya mengatakan, bahwa saya telah terlibat dalam prosesi pewarisan nilai.

Hmmm… Rupanya proses pewarisan nilai memerlukan "rasa keterbukaan dan keikhlasan, keakraban dan perjumpaan yang bersifat personal!"


----
Nana Suryana
Cibiru, 04 November 2010.

+ Tulisan ini didedikasikan untuk sahabat-sahabat PMII. Semoga bisa menjadi jawaban atas segala masalah kaderisasi dalam organisasi kita...

Tidak ada komentar: