Selasa, 23 Maret 2010
95 Hari Membongkar Hegemoni Kampus
Datanglah kepada rakyat! Hidup bersama rakyat! Belajar dari rakyat! Berencana bersama rakyat! Bekerja bersama rakyat! Mulailah dengan apa yang dimiliki rakyat! Ajarlah dengan contoh! Belajarlah dengan bekerja! Bulan pameran, melainkan suatu system! Bukan pendekatan cerai berai, melainkan mengubah! Bukan pertolongan, melainkan PEMBEBASAN!
(JAMES Y.C. YEN)
01 APRIL 2005; SEBUAH PROLOG!
Sidang Majelis Yang Terhormat…!!!
Tampaknya kabut tebal masih menyelimuti kawasan “Kampus Gersang”, pada semua level tingkatannya. Kilatan halilintar ikut mengiringi gelap dan suramnya suasana, seakan ingin mewarnai kekisruhan yang sedang terjadi. Tak lama berselang, hujan deraspun mengguyur kawasan IAIN SGD Bandung yang senantiasa jauh dari kesan sejuk dan bersih ini. Harapan untuk melihat secercah mentari, kini digantungkan dalam angan, sambil hati terus merancau, “Akankah mentari kembali terbit di kampus ini?”
Banyak sekali pertanyaan bernada harapan yang timbul dari sanubari ‘aktivis’ mahasiswa yang menjadikan IAIN SGD Bandung sebagai rumah tercintanya. Kekisruhan dihati bukanlah tanpa sebab. Realitas yang tampak bukanlah pembohong yang baik. Banyak sekali permasalahan yang muncul dan hinggap dalam benak setiap mahasiswa. Salah satunya adalah kontradiksi atas kemunculan Pjs Eksekutif Mahasiswa KBM IAIN SGD Bandung yang kian melebar, sebagai reaksi atas di”turunpaksa”kan Kabinet Intelectual Prophetic.
Segala daya dan upaya untuk segera melansirkan rekonsiliasi demi kembalinya KBM IAIN SGD Bandung pada ‘khittah’ sejatinya terus dilakukan. Mulai dari konsolidasi antar lembaga internal kampus, informal meeting antar “organ”, maupun penentuan sikap tegas terhadap “kader” yang duduk dalam struktural KBMI. Tidak sedikit yang menolak dan mempertanyakan kehadiran Pjs Eksekutif KBM IAIN SGD Bandung. Tapi, usaha dan tujuan untuk menghadang laju kehadiran Pjs dan menata alur konflik vertikal ini, pada akhirnya harus berakhir dengan tragis; GAGAL!!?
Suara-suara sumbang pro-kontra dalam kemelut kehadiran Pjs ini akhirnya memunculkan banyak pertanyaan. Bukan saja dari kalangan mahasiswa saja, tetapi dari birokrasi IAIN pun tutut “merecoki” kekisruhan tersebut. Ada apa dengan KBM IAIN SGD Bandung? Apakah IAIN SGD Bandung sudah melanggar ‘khittah’ perjuangannya?
REFLEKSI 95 HARI DI STRUKTURAL KAMPUS
Sidang Majelis Yang Terhormat…!!!
Pasca terpilih dan dilantiknya saya bersama 5 (lima) sahabat lainnya sebagai Pjs Eksekutif KBM IAIN SGD Bandung oleh Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM), berbagai agenda kerja kami rancang sebagai panduan praxis selama kami menjalankan roda pemerintahan. Saya bersama Tuesty Septianty, melangsir beberapa agenda terkait dengan bidang garapan kami selaku Pjs Eksekutif Bidang Internal.
Adapun agenda kerja tersebut meliputi, (1) Sosialisasi dan konsolidasi antara Pjs kepada lembaga kemahasiswaan (HMJ & UKM) dan birokrat kampus demi sebuah "eksistensi", (2) Pembenahan sekretariat BEM sebagai Sentral Kegiatan kemahasiswaan KBM IAIN SGD Bandung, (3) Penyikapan terhadap proses Transformasi IAIN menjadi UIN, (4) Menghadiri setiap undangan yang datang ke Pjs Eksekutif sesuai dengan pembagian wilayah kerja, dan (5) Menyelenggarakan Pemilu Raya Mahasiswa secara Luber dan Jurdil, demi terciptanya pemerintahan mahasiswa yang bersih (good student governance).
Sidang Majelis Yang Terhormat…!!!
Inilah kaidah dasar untuk mendapatkan keberhasilan. Goreskanlah didalam pikiran dan ingatlah!!? “Sukses bergantung pada dukungan orang lain, berfikir benar tentang orang lain dan mereka akan suka dan mendukung kita!”. Rajutan kebersamaan adalah hal yang harus diutamakan. Ketika menyadari perbedaan yang ditemukan terkadang kekecewaan besar menggores hati, tapi berkali-kali seorang guru menganjurkan “Sekarang cari kesamaan! Jangan banyak berkomentar tapi banyaklah belajar untuk kebersamaan!”. Ketika kita mencoba memaklumi kepahitan, mungkin hal itu bisa lebih baik menganggap belum tentu orang berbuat salah, mempunyai niat berbuat salah, banyak maklum banyak tenang, Achh… cari saja 1001 alasan untuk memaklumi!
Pun dengan apa yang menimpa diri kami, selaku pengemban atau mandataris mahasiswa untuk melakukan roda pemerintahan di lingkungan KBM IAIN SGD Bandung. Keterbatasan tenaga, pikiran dan personalia bukanlah halangan untuk memberikan yang tertbaik bagi kampus ini. Harapan dan cita-cita untuk membawa kampus ini menuju kampus yang lebih baik dalam format perubahan sistemik yang sesuai dengan idealisme yang diusung, pada akhirnya membuahkan hasil juga, kendati tidak maksimal.
Agenda kami jalankan dalam sebuah gerakan praxis untuk mernghasilkan hasta karya nyata. Pembenahan gedung SEGI dilakukan dengan pembersihan ruangan, membeli karpet dan mendatangi pihak terkait (UKM Mahapeka dan BEM Intelectual Prophetic) yang diduga telah "menggelapkan" barang dan arsip milik BEM. Undangan untuk melantik atau hanya sekedar memberikan sambutan pada acara yang diselenggarakan oleh HMJ dan UKM kami lakukan, antara lain: Pelantikan HMJ Humas (14/04/05), Pelantikan HMJ SPI (14/04/05), Kongres HIMA MD (21/04/05), Musyag UKM UPTQ (23/04/05), Pelantikan UKM LSLK (06/05/05), Musyag UKM Teater Awal (25/06/05) dan lainnya.
Transformasi IAIN menjadi UIN yang penuh kemelut, tidak lepas dari sorotan kami. Setelah melakukan diskusi bareng dengan POKJA DPM (20/04/05), pada akhirnya tanggal 25 April 2005 menjadi saksi sejarah bagi segenap civitas academika IAIN SGD Bandung, Pjs Eksekutif bersama DPM menolak dengan tegas proses konversi IAIN menjadi UIN dalam acara "Seminar & Mimbar Bebas Mahasiswa", karena (dalam pandangan kami) sangat sarat dengan muatan politis, daripada untuk melakukan pemberdayaan dan perbaikan kualitas kampus.
Sementara strategi merealisasikan Pemilu Raya Mahasiswa demi mengantarkan pada kepemimpinan Eksekutif yang definitive, diawali dengan melakukan study comparative ke kampus UIN Sunan Kalijaga dan UGM Yogyakarta bersama DPM, MPM dan LPM. Imbas dari agenda tersebut, maka UU Nomor 01 Tahun 2005 tentang Partai Politik Mahasiswa, UU Nomor 05 tentang Pemilihan anggota DPM, dan UU Nomor 06 Tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Mahasiswa pun lahir sebagai media awal untuk melangsungkan Pemilu Raya Mahasiswa dengan menggunakan mekanisme kepartaian.
TANTANGAN DAN RASIONALITAS
Sidang Majelis Yang Terhormat…!!!
Disamping program kerja tersebut, banyak agenda lain yang perlu penanganan serius dari lembaga kemahasiswaan. Karena kalau saja kita (berani) jujur, kultur akademik kampus IAIN SGD Bandung kurang mendukung terciptanya tradisi intelektual-kritis atau kreatifitas-intelektual yang ulet dan "modis". Kalau boleh dibilang, fenomena hari ini dilingkungan pendidikan IAIN SGD Bandung menunjukan kurang sehatnya 'fisik intelektualitas'. Semangat akademik hanya ada dalam ruang-ruang perkantoran. Diluar tidak. Diskusi, seminar, dan mimbar bebas hanya syah dan tepat kalau berlangsung didalam kelas. Ditempat terbuka (DPR, misalnya) dianggap tidak sopan. Tidak etis. Inilah manifestasi "formalisme" yang masih dijajakan dan di-cekokin terhadap mahasiswa.
Formalisme kaku seperti ini menutup ruang wacana. Meniadakan kesempatan "negasi ilmiah" antara mahasiswa dan dosen, sebagai masyarakat akademik. Itulah bentuk riil cultural obscurantism dalam wilayah kesadaran intelektual. Dan disini kebebasan berfikir (thinking liberalization) mengalami pengekangan yang ekstrim. Tidak akan pernah ada kritisisme dan kreatifitas berfikir bila kebebasan berfikir dibrondol dengan peluru hegemonik dan eksploitatif. Tradisi yang akan lahir bukan yang bervisi intelektual-akademik, melainkan insipid tradition for intellectualism; tradisi kehambaran, ketidakbermutuan dalam konteks intelektualitas. Sebagai konsekuensi fatal dari menjalarnya tradisi pengekangan ini melahirkan sifat otoritarianik, eksklusif dan menjauhkan mahasiswa dari pengambilan kebijakan akademik. Sehingga wajar saja bila kemunculan Tata Tertib Mahasiswa dan Kode Etik Mahasiswa ditentang secara tegas oleh Pjs Eksekutif karena mengkerangkeng kebebasan mimbar akademik mahasiswa.
Tidak berhenti sampai disitu, metode dan proses recruitment tenaga pengajarpun bukan didasarkan atas kecakapan intelektual. Political lobbying, politik pendekatan menjadi "walinya". Siapa yang dekat dengan saya dia-lah yang pasti diangkat dan diberi kursi. Siapa yang kritis dan tidak manut disingkirkan dipojok kegelapan. Tradisi ini mendahulukan kepentingan politik kekuasaan ketimbang pemberdayaan dan proforsionalitas-intelektualisme. Hampir semua perangkat dipolitisir, termasuk "aktivis" mahasiswa yang tega menjual idealismenya untuk "mengabdi" dan menjadi "budak" birokrat kampus. Na'udzubillah!
Akibatnya, tradisi intelektual mahasiswa tidak pernah tumbuh dan berkembang sesuai dengan cita-cita idealnya. Kreatifitas mahasiswa dalam aspek intelektualitasnya tetap hanya sebatas impian. Sebagai bukti, sedikitnya kelompok diskusi ditingkat lembaga kemahasiswaan. Minimnya minat baca dan penelitian akademik-ilmiah dalam kerangka pengembangan daya intelektualitas karena kekurangan fasilitas (laboratorium dan perpustakaan). Kapabilitas dan kapasitas pejabat ditingkat rektoratpun samar-samar ikut melegitimasi realitas tersebut. Kualitas tetap saja buruk, sementara biaya kuliah (SPP & Praktikum) semakin melambung, karena kesepakatan senator untuk menaikan SPP yang mencapai 100%. Itulah yang menyebabkan kami merasa terpanggil turun aksi memimpin massa untuk menolak kenaikan SPP dan Uang Praktikum.
Sidang Majelis Yang Terhormat…!!!
Wacana konflik internal, vertikal dan horizontal antara Pjs Eksekutif KBM IAIN SGD Bandung dengan lembaga kemahasiswaan lain dan birokrat kampus tampaknya akan terus berkibar dibawah panji kampus ini. Segala problematika yang menghantuinya telah menjadi sorotan publik, baik internal maupun eksternal. Hal ini bisa dilihat dari berbagai tanggapan yang sempat dilontarkan oleh masyarakat, media, maupun cendikiawan.
Sungguh tidak lucu dan ironis bila jalan hidup "aktivis" mahasiswa ditentukan oleh jabatan dan kekuasaan!?!. Apakah kita pernah berfikir akan hal itu? Entahlah ...!!? tapi yang pasti, belum ada solusi konkrit dalam menghadapi kebobrokan sistem KBM IAIN SGD Bandung yang dihuni oleh ribuan mahasiswa ini. Adakah diantara kita yang berani turun kejalan, memimpin ribuan aksi massa tanpa "gelar" tersandang di dada demi terciptanya perubahan di kampus tercinta ini? Akankah semuanya berjalan baik mana kala kami tidak duduk lagi di satruktural kampus?
WACANA UNTUK REKOMENDASI
Sidang Majelis yang kami hormati …!!!
Kepemimpinan mahasiswa baik dalam konteks intelektual dan politik, pada dasarnya tak jauh berbeda dengan apa yang berlangsung di elite birokrat. Ini kan menjadi sesuatu yang absah bila dilihat dari "struktural-geografis"nya, kultur lokal yang masih mendominasi dan seringkali menyisihkan sikap-sikap interventif bagi kelangsungan kultur politik yang ada. Jika ditingkat elite, sistem dan karakteristik kekuasaannya cenderung mendominasi, "menguasai" dan memanfaatkan, selama itu pula dinamika tradisi politik mahasiswa tidak akan pernah jernih dan menyejukkan. Mahasiswa sering dijadikan alat memperebutkan dan mempertahankan kekuasaan elite.
Cara satu-satunya meretas semua itu ialah menciptakan jarak dan tradisi loyal opposition bagi elite birokrat. Mahasiswa mesti selalu vis a vis dengan rektorat maupun pemerintah. Disamping itu, mahasiswa harus memiliki sikap tegas untuk melakukan social control kapan dan dalam wilayah sosial akademik apapun. Tak kurang efektif dari itu, mahasiswa harus senantiasa aktif-liberatif dalam pengasahan skill intelektual dan pendewasaan politik yang berjiwa komitmen akademik.
Kepemimpinan mahasiswa hendaknya tetap konsisten pada kepemimpinan intelektual. Tentu saja yang tidak a-politis. Jika Ali Syariati mengecam kaum intelektual mengambil alih kepemimpinan politik, itukan dulu. Semangat zaman mempunyai perbedaan ruang dan masa tersendiri. Dan bukankah, meminjam bahasanya Foucault, “Tidak ada kekuasaan tanpa intelektualitas (pengetahuan), dan tiada intelektualitas tanpa kuasa”. Jadi, kecaman Ali Syariati atas kaum intelektual yang mengambil alih kepemimpinan politik akan menemukan relevansinya bila kerkuasaan hanya dipahami dalam perspektif politik, bukan memakai logika intelektual. Oleh karenanya, tradisi intelektual ditingkat mahasiswa menjadi penentu tegaknya tradisi politik yang menyejukkan. Bicara tradisi politik yang tidak dibarengi semangat intelektual akan melahirkan kepemimpinan politik yang hedonis dan pragmatis. Tidak demikian bila komitmen intelektualisme menjadi "make up" tradisi dan praktik politik itu sendiri.
Mahasiswa dalam kepemimpinannya tidak berposisi sebagai “menara gading” yang jauh dari kepentingan rakyat yang power oriented. Lantas, persoalannya adalah apakah kepemipinan intelektual mahasiswa dijalankan secara mekanik atau kritis? Mekanik dalam arti hanya sebagai afiliatif terhadap status-quo dan kritis (vis a vis) dalam arti mahasiswa dalam kepemimpinannya melakukan pengorganisasian masyarakat dengan penyadaran intelektual untuk mewujudkan –meminjam bahasa Antonio Gramsci– “masyarakat organik” yang sadar akan politik. Secara proaktif-partisifatif melakukan refleksi dan aksi perubahan terhadap realitas kepemimpinan yang tidak akomodatif, demi terwujud tatanan masyarakat yang kritis dan berkeadilan sosial.
Konkritnya, memberdayakan forum-forum diskusi yang mengedepankan bangunan rasionalitas dan inklusifitas wacana, kapan dan dimanapun, akan memberikan warna lain bagi proses maupun kesadaran politik. Demi berkembangnya tradisi intelektual yang transparan, elegan dan yang senantiasa mengarah pada pencerdasan, semangat kritisisme dan kreativisme intelektual merupakan keharusan yang tak bisa ditawar lagi. Tradisi politik mahasiswa tidak sama dengan tradisi politik elite partai. Politik mahasiswa tetap dalam koridor perspektif dan semangat akademik. Bukan syahwat berkuasa. Tradisi intelektual dan politik mahasiswa harus berorientasi untuk melahirkan pribadi-pribadi "agung", yang memiliki semangat sensitive atas aspirasi sosial masyarakat.
Sidang Majelis Yang Terhormat…!!!
Hanya Tuhan yang mengetahui akhir dari sebuah ceita panjang ini. Dan hanya harapan serta do’a yang mengiringi segenap mahasiswa, “Semoga rintisan air hujan tidak menjadi banjir yang akan menggenangi organisasi KBMI ini. Semoga mentari diiringi pelangi yang bertabur warna akan segera menghiasi cakrawala ilmu dikawasan kampus gersang ...” Semoga ...!!?
“Tangan Terkepal dan Maju Kemuka!!!”. Wallahu a'lam.
* * * *
* M. Nana Suryana As, Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Prodi Ilmu Jurnalistik,
Pjs Eksekutif Bidang Internal KBM IAIN SGD Bandung.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar