<< Humanis - Kritis - Transformatif - Praxis >>

  • RSS
  • Delicious
  • Facebook
  • Twitter

Twitter

Rabu, 17 Agustus 2011

RUANG KELAS KEHIDUPAN


Pada suatu hari Kehidupan berdiri di depan kelas kami, melihatiku dan murid-muridnya yang lain dengan tatapan yang dingin, tanpa ekspresi, tetapi menyimpan sejuta emosi. Entah berapa lama dan kali aku hadir di kelas ini. Pelajaran tak akan pernah selesai karena setelah mengingatnya kami akan segera lupa begitu meninggalkan kelas ini, dan kami akan kembali kemari, ke ruang kelas ini, mengulangi pelajaran yang tak pernah selesai.

Aku melihat ribuan ekspresi wajah dari teman-temanku yang hadir bersamaku di ruang kelas ini. Ada yang sangat antusias, ada yang sangat cemas, ada yang penuh harapan akan masa depan yang gilang-gemilang, ada yang sangat sedih, ada juga yang ogah-ogahan. Tetapi hampir semuanya menampakkan sesuatu yang aku rasakan sebagai ketidaktahuan dan kelupaan.

Tetapi, Kehidupan, guru yang berwajah dingin dan tanpa ekspresi itu tak pandang bulu kepada kami. Tak ada satu pun yang bisa lolos dari absensinya. Dengan kacamata tebal dan pulpen dan buku absensi di tangan, Dia memandangi kami satu demi satu sembari berkata seperti yang sudah-sudah: "Kalian semua harus belajar di sini agar semua pelajaran bisa kalian kuasai dan kalian naik kelas demi kelas sampai kalian lulus."

Tetapi bagaimana kami bisa lulus jika kami selalu lupa dan harus terus kembali ke ruang kelas ini? Selalu saja ada banyak hal yang disampaikan Kehidupan, guru kami itu, agar kami semua tetap bersemangat mengikuti pelajaran demi pelajaran yang Dia sampaikan. Pada mulanya aku merasa bahwa apa yang Dia katakan semuanya benar, tetapi lama-kelamaan aku merasa bahwa apa yang Dia sampaikan adalah upayanya untuk menghibur kami agar terus bertahan di ruang kelas ini. Sebab aku tak terlalu bahagia mengikuti pelajaran yang Dia berikan. Setiap Dia menyampaikan pelajaran, aku selalu merasa bahwa aku pernah mendengarnya sebelumnya, tetapi kenapa aku tetap saja tak bisa mengingat sepenuhnya?

Ada banyak hal kenapa kami selalu lupa pelajaran-pelajaran guru kami itu. Beberapa di antaranya adalah kami suka tertidur dan umur kami pendek alias kami sering mati. Jika sudah bangkit dari kematian, kami tak ingat apa-apa.

Salah satu pelajaran yang paling digemari oleh teman-temanku adalah pelajaran agama. Bagiku, pada saat pelajaran agama disampaikan, guru kami itu seakan menyuruh kami menghisap ganja perlahan-lahan, membuat kami melayang dan bermimpi dan seakan-akan tidak menginjak tanah lagi. Kami sering disuruh meyakini sesuatu yang tidak pernah bisa kami saksikan sendiri.

Tidak ada komentar: