<< Humanis - Kritis - Transformatif - Praxis >>

  • RSS
  • Delicious
  • Facebook
  • Twitter

Twitter

Minggu, 20 Maret 2011


Idealisme. Apakah itu gerangan? Kata nya abstrak. Tidak bisa dilihat, hanya dapat dinikmati. Sulit untuk ditebak, apalagi jika ingin ditempel dalam spanduk. Bagaimana sih rasa nya idealisme itu? Apa serasa kita makan nasi goreng pete, atau kah serasa kita makan bebek panggang? Apa sepedas kita menikmati dabu-dabu atau sepahit kita mengunyah empedu?

Benarkah yang nama nya idealisme tidak akan pernah hilang dalam kehidupan manusia? Benarkah idealisme itu hanya akan mengalami pemudaran dalam sebuah kehidupan? Dan menarik juga untuk diungkap benarkah yang nama nya idealisme akan sangat tergantung pada tingkatan usia seseorang?

Seorang sahabat pernah berceloteh bahwa dalam konteks kekinian, idealisme itu tak ubahnya dengan sebuah komoditas alias barang dagangan. Idealisme gampang dijual-belikan. Idealisme sangat memungkinkan untuk digadaikan. Bahkan ada juga yang mengolahnya menjadi sebuah alat untuk tawar menawar kepentingan.

Suasana ini sangat berbeda, ketika bangsa kita sedang dalam "dunia penjajahan". Bila saat itu ditanyakan apa sebetul nya yang menjadi idealisme bangsa, maka jawabannya tegas yakni memerdekakan bangsa. Atau membebaskan bangsa ini dari belenggu penjajahan.

Lalu bagaimana sebaik nya kita memberi jawaban sekiranya ada yang bertanya apa sebetulnya idealisme bangsa di alam kemerdekaan sekarang? Jawabannya tegas adalah "pembangunan". Yang namanya pembangunan, tentu sudah sama-sama kita kenali. Sebagai proses perubahan menuju ke sebuah kehidupan, baik lahir mau pun batin ke arah yang lebih baik, maju, tangguh, dinamis, mandiri dan sejahtera, pembangunan wajib hukum nya untuk kita ikuti bersama.

Lewat pembangunan inilah kita ditantang agar mampu menyembuhkan borok-borok kehidupan. Bersama pembangunan inilah kita harus mampu menghapus kemiskinan, memerangi pengangguran, membebaskan bangsa dari kebodohan, dan tentu saja harus mampu mewujudkan kehidupan bangsa yang bermartabat.

Sudah 65 tahun bangsa kita merasakan alam kemerdekaan nya. Selama kurun waktu itu, tentu sudah banyak proses yang kita lalui. Ada yang membahagiakan, namun tidak sedikit yang memilukan. Ada yang cukup membuat bangsa ini terkagum-kagum, tapi banyak juga yang membuat kening kita bekerut. Ada yang membuat kita pantas untuk tampil tegar selaku bangsa, tapi kadangkala kita harus merengek-rengek untuk mendapatkan bantuan luar negeri. Bahkan tidak sedikit ada juga yang membuat kita nelangsa, dikarenakan masih terekam nya warga bangsa yang terpaksa harus makan "nasi aking" mengingat diri nya termasuk anak bangsa yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Idealisme sering dipersepsikan sebagai sebuah "daya dorong" atau kekuatan yang muncul dari nurani yang terdalam. Sifat nya tentu alamiah dan inheren dalam diri seseorang. Idealisme tidak akan pernah hilang dari jiwa seseorang. Idealisme akan selalu mendampingi diri seseorang seirama dengan perjalanan waktu.

Oleh karena itu, sangatlah keliru jika ada orang yang berpandangan bahwa idealisme itu akan hilang, ketika seseorang sudah menempati suatu posisi jabatan. Hilang sih tidak, tapi kalau luntur ya bisa-bisa saja. Namun begitu, penting juga untuk dicatat.

Sebagai sebuah "nilai", idealisme mesti nya akan tetap tumbuh di dalam setiap diri manusia. Tidak ada satu pun kekuatan yang bisa mematikan idealisme seseorang. Itulah sebab nya, kita sering terbengong-bengong jika ada yang menanyakan: mana idealisme nya? Atau ketika ada hujatan terhadap mantan aktivis yang kini menjadi pejabat publik. "Kok beda nya dia sekarang. Kalau dulu kentara benar idealisme nya. Tapi sekarang kok lebih realistik tuh pandangan-pandangan nya". Bahkan kita pun tidak perlu bingung jika ada yang berpendapat: "kasihan tuh teman kita. Dia seperti kehilangan idealisme nya setelah dilantik jadi anggota DPR. Padahal ketika mahasiswa nya, dia itu dikenal sebagai anti kemapanan".

Andai idealisme "identik" dengan sebuah keyakinan, tentu tidak boleh hilang atau tergadaikan dalam kehidupan seseorang. Kalau pun idealisme dimaknai sebagai sebuah cita-cita, tentu menjadi sangat memalukan bila kita sampai menggadaikan nya. Idealisme tetap idealisme. Nilai nya akan tetap tertanam dalam jiwa dan nurani seseorang. Nilai nya tidak akan pernah bergeser.

Oleh karena itu, mari kita perkokoh keyakinan, asah kemampuan dan perkuat jati diri. Insya Allah kita akan tetap tegak berdiri, tegar dalam berperilaku dan tidak akan dinilai sebagai anak bangsa yang hipokrit.

Merdeka....!!

Tidak ada komentar: